Pemerintah Diminta Perketat Impor Sampah Plastik
Berita

Pemerintah Diminta Perketat Impor Sampah Plastik

Kebijakan dan regulasi mengenai impor sampah plastik dan kertas perlu ditinjau kembali dengan mempertegas definisi limbah atau sampah dan membuat kategorisasi limbah plastik sebagaimana amanat konvensi Basel.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi tumpukan sampah. Foto: RES
Ilustrasi tumpukan sampah. Foto: RES

Peneliti Universitas Georgia Jenna Jambeck, melalui hasil penelitiannya tahun 2015 menyatakan Indonesia sebagai negara penyumbang pencemaran lautan global terbesar kedua setelah China. Atas dasar itu, Koalisi organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Zero Waste Indonesia (Azwi) menilai salah satu penyebabnya yakni tidak ada sikap tegas pemerintah Indonesia untuk memperketat impor sampah plastik dan kertas.

 

Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati menilai impor sampah plastik dan kertas di Indonesia tak terkendali karena mudah masuk melalui pelabuhan di Indonesia. Perempuan yang akrab disapa Yaya itu mendesak pemerintah untuk serius mengelola sampah terutama memperketat impor sampah plastik dan kertas. Menurutnya, sampah impor itu punya nilai ekonomi karena relatif bersih dan sudah melalui proses pemilahan. Berbeda dengan sampah di Indonesia yang umumnya telah tercampur, sehingga butuh biaya mahal untuk mendaur ulang.

 

Yaya juga mengingatkan aparat keamanan untuk melakukan penegakan hukum yang tepat terhadap pencemaran lingkungan akibat impor sampah ini. Seringkali perusahaan yang mengimpor sampah kertas dan plastik menyalahgunakan izin impor yang dikantonginya. Aparat juga perlu menyelidiki surveyor yang bertugas mengecek barang di pelabuhan karena mereka merekomendasikan sampah yang diimpor itu bisa masuk.

 

Dari sampah kertas dan plastik yang diimpor itu tidak seluruhnya bisa diolah di Indonesia, sehingga berpotensi menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. “Pemerintah harus mencabut izin impor pelaku usaha yang terbukti melakukan kegiatan ilegal dan pencemaran lingkungan,” kata Yaya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (25/6/2019). Baca Juga: Pemerintah Siap Reekspor Sampah Plastik Ilegal

 

Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mengatakan dari 3 ribu item sampah yang diambil dari 11 pabrik kertas di Jawa Timur, sampah paling banyak berasal dari Amerika Serikat (AS). Dia menjelaskan sampah kertas merupakan salah satu bahan baku yang digunakan pabrik kertas. Sayangnya dari sampah kertas yang diimpor tidak semuanya berisi kertas bekas, tapi tercampur sampah plastik. Sampah plastik itu tidak bisa diolah pabrik kertas, dan biasanya dijual kepada masyarakat. Satu ton sampah plastik yang dijual itu harganya Rp1,2 juta.

 

Sampah plastik yang dibeli masyarakat dari pabrik kertas itu kemudian dipilah dan dijual kembali untuk didaur ulang. Sisa pemilahan sampah plastik yang tidak bisa didaur ulang kemudian dibakar. Masyarakat yang membeli sampah plastik itu biasanya bermukim di sekitar pabrik kertas. Persoalan sampah, khususnya di Jawa Timur ini, menurut Prigi sangat mengkhawatirkan karena limbah plastik yang dibuang perusahaan mengandung mikro plastik yang mencemari lingkungan.

 

“Kami menemukan mikro plastik dalam udang di Sidoarjo, Jawa Timur,” kata dia.

 

Bersama organisasi masyarakat sipil lain, Prigi mengatakan pihaknya telah menyambangi sejumlah lembaga terkait seperti kedutaan besar negara asal sampah plastik itu dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Prigi berharap ada penegakan hukum yang serius terhadap pencemaran lingkungan akibat impor sampah plastik ini.

Tags:

Berita Terkait