Pemilihan Ketua MPR Diharapkan Melalui Musyawarah Mufakat
Berita

Pemilihan Ketua MPR Diharapkan Melalui Musyawarah Mufakat

Mekanisme voting adalah jalan terakhir.

RFQ/ANT
Bacaan 2 Menit
Pemilihan Ketua MPR Diharapkan Melalui Musyawarah Mufakat
Hukumonline
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD), Irman Gusman, meminta agar pemilihan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dilakukan dengan mekanisme musyawarah mufakat. Dengan kata lain, pemilihan tidak dilakukan dengan mekanisme voting.

“Kami mengharapkan dalam lembaga MPR ini sesuai dengan namanya, nanti dalam sidang dengan musyawarah dan mufakat. Jadi bagaimana semua kekuatan bangsa bisa menyatu,” ujarnya di Gedung DPD, Senin (6/10).

Irman berpandangan, pemilihan terhadap orang yang akan menempati kursi kepemimpinan MPR dilakukan dengan menunjukan kekuatan politik dari kedua kubu, Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) melalui voting.

Namun, Irman berharap kedua kubu lebih mengedepankan mekanisme musyawarah mufakat. Menurutnya, berkaca dengan periode 2009 lalu, pemilihan kepemimpinan MPR dilakukan melalui musyawarah mufakat. “Sehingga muncul figur Pak Taufik Kiemas almarhum, tanpa pemilihan,” ujarnya.

Dikatakan Irman, DPR sedang menjalin komunikasi dalam menyatukan  KMP dan KIH. Dengan kata lain, unsur kepemimpinan MPR terdiri dari partai KMP dan KIH. Ia menilai jika menemui jalan buntu melalui musyawarah mufakat, justru hal itu mencoreng nilai demokrasi yang sudah dibangun para pendiri bangsa.

“Kita kedepankan musyawarah mufakat. Kita usulkan untuk ketua (MPR) dari DPD, lalu wakilnya kita bagi dua. Dua dari pendukung Pak Prabowo, dua dari Koalisi Indonesia Hebat,” ujarnya.

Ketua Harian Partai Demokrat Syarif Hasan mengatakan, mekanisme voting dalam menentukan pimpinan MPR tidak bisa dihindari karena bagian dari pengambilan keputusan. "Proses pengambilan keputusan (pimpinan MPR) apabila sesuai tata tertib melalui musyawarah dan mufakat, kalau tidak bisa maka voting merupakan bagian dari pengambilan keputusan itu," kata Syarif Hasan.

Dia mengatakan, proses pengambilan keputusan di MPR lebih baik dengan mekanisme musyawarah dan mufakat. Namun, menurut dia, MPR merupakan lembaga politik sehingga apabila tidak ada kesepakatan maka mekanisme voting adalah yang terakhir.

"Lebih baik musyawarah namun MPR merupakan lembaga politik, kalau tidak ada kesepakatan maka voting merupakan langkah terakhir," ujarnya.

Syarif Hasan menjelaskan dalam politik harus ada kebersamaan, sehingga apapun usulan dari Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat harus dibicarakan dalam lobi fraksi di MPR. Hal itu menanggapi usulan KIH agar ketua MPR berasal dari DPD.

"Saya tidak ikut dalam lobi dalam KMP (penentuan calon pimpinan MPR) sehingga tidak tahu siapa yang tersingkir," katanya.

Dia mengatakan, dirinya belum tahu kader Demokrat yang akan mengisi pimpinan MPR. Menurut dia, dirinya belum menerima nama yang akan diajukan tersebut dalam Rapat Paripurna, Senin malam.

"Mungkin saja surat sudah masuk karena Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat yang tanda tangan," katanya.

Sementara itu, Partai Golkar menginginkan mekanisme pemilihan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai aturan main yang ada, yaitu dalam Undang-Undang tetang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

"Jadi bukan persoalannya ingin atau tidak (memilih pimpinan MPR melalui voting), namun persoalannya kita serahkan pada aturan main dalam proses demokratisasi," kata Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.

Idrus menekankan proses demokratisasi yang akan dilakukan di MPR harus ada aturan mainnya, yaitu konstitusi dan tata tertib Sidang Paripurna MPR. Menurut dia, apabila tidak ada aturan main tersebut maka itu namanya kebebasan.

"Prosses politik yang ada tidak boleh ditunda, karena ada agenda-agenda politik nasional yang harus kita ikuti. Misalnya agenda di DPR ada pemilihan pimpinan, alat kelengkapan dewan, dan pelantikan presiden terpilih," ujarnya.

Menurut dia, terkait usulan KIH agar Ketua MPR diberikan pada DPD, dirinya mengingatkan dalam proses politik harus taat azas dan mengikuti aturan yang ada. Idrus menjelaskan, apabila dalam pelaksanaan aturan itu konsisten lalu dalam proses politik ada yang merasa tidak enak maka itu bukan dari KMP.

"Kita bagian integral dari bangsa Indonesia yang terlibat dalam proses politik dan di dalam politik yang berkeadilan serta bermartabat," ujarnya.

Sedangkan terkait keinginan KIH yang berkembang di media, dirinya mengingatkan pada aturan yang ada. Golkar, menurut Idrus, sudah meminta pada partai-partai di KMP bahwa proses politik harus diikuti dengan baik dan jangan pernah meninggalkan aturan yang ada.

"Indonesia adalah negara hukum sehingga jadikan aturan sebagai remote control terhadap seluruh sistem," ujarnya.

Menjelang pemilihan pimpinan MPR beberapa pihak telah mengajukan wacana mekanisme pemilihannya. Koalisi Merah Putih menawarkan paket pimpinan MPR terdiri dari satu orang dari DPD dan empat orang dari partai politik.
Tags:

Berita Terkait