Pemilihan Presiden Langsung Mencegah Diktator Parlementarian
Berita

Pemilihan Presiden Langsung Mencegah Diktator Parlementarian

Jakarta, Hukumonline. Nama diktator biasanya dihubungkan dengan pemimpin yang otoriter. Namun, nama diktator juga untuk parlemen. Lengkapnya: diktator parlementarian. Untuk mencegah diktator parlementarian, dengan Pemilihan Presiden secara Langsung (PPL) yang melibatkan partisipasi rakyat.

Ari/APr
Bacaan 2 Menit
Pemilihan Presiden Langsung Mencegah Diktator Parlementarian
Hukumonline

Emmy Hafidz, anggota Fraksi Utusan Golongan, berpendapat bahwa saat ini Indonesia menghadapi kemungkinan terjadinya "diktator parlementarian". Parlemen berkuasa sangat besar dan tidak akan accountable pada rakyat. "Karena anggota parlemen tidak dipilih rakyat, tetapi oleh partai." Sementara itu kekuasaan Presiden saat ini dikurangi habis-habisan dan pertanggungjawaban MPR terhadap rakyat saat ini tidak jelas.

Emmy menambahkan, salah satu cara agar kita keluar dari ancaman diktator parlementarian adalah dengan melakukan PPL dan pemilu yang dilakukan secara distrik.

Emmy menyatakan bahwa dengan tidak diloloskannya sistem Pemilihan Presiden secara Langsung (PPL) dalam Undang-Undang Dasar 1945, hal tersebut merupakan salah satu dari pengingkaran keinginan rakyat.

Pemilihan presiden langsung

Menurut Emmy, PPL sangat diharapkan oleh rakyat Indonesia. Hal itu terbukti dari berbagai pooling yang dilakukan di setiap tempat. "Di setiap tempat itu pasti rakyat menginginkan PPL", cetusnya.

Namun, Emmy menyayangkan hal itu tidak ada dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Dalam amandemen itu, Pemilihan Umum masih menggunankan sistem proposional campuran. Pemilihan presidennya mungkin saja langsung, tetapi MPR-nya masih mempunyai kekuasaan yang sangat besar sekali, baik itu dalam menentukan calon, ataupun menentukan wewenang Presiden.

Untuk mencegah adanya diktator parlementarian harus ada keseimbangan antara legislatif dan eksekutif. Oleh karena itu harus ada check dan balances. Sayangnya, saat ini, menurut Emmy, tidak ada yang mengecek anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Apakah PPL dapat menimbulkan kemungkinan eksekutif menjadi diktator? "Hal itu tidak mungkin karena eksekutif juga akan di-balance. Yang kami usulkan itu adalah redefinisi peran-peran lembaga tinggi negara."

Menurut Emmy, jika sistem pemiliu secara distrik, rakyat akan memilih orang bukan partai. Hal itu dapat lebih dipertanggungjawabkan oleh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat nanti.

Ade Komarudin dari Fraksi Partai Golkar menyatakan bahwa isu mengenai adanya kesepakatan partai-partai untuk tidak mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 tidak benar dan tidak ada. Hal itu karena setelah dikaji secara bersama substansi itu diputuskan untuk dikembalikan pada posisinya semula. Maksudnya apa yang sudah ada dalam Undang-Undang Dasar 1945, amandemennya tidak jadi.

Menurut Ade, pasal mengenai pemilihan Presiden dan Pemilihan Umum sebaiknya dekembalikan ke posisi semula, tetapi itu bukan berarti tidak dibahas untuk diamendememen. "Itu setelah dikaji berulang-ulang dalam Badan Pekerja MPR, keputusan yang terbaik adalah tetap yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 sekarang."

Penyaringan di MPR

Alvin Lie, anggota Fraksi Reformasi, menyatakan fraksinya mengusulkan kandidat-kandidat itu melewati suatu penyaringan di MPR dari sekian banyak kandidat. Nanti bagi 2/3 kandidat dengan suara terbanyak akan dipilih langsung oleh rakyat, sehingga salah satu kandidat pasti suaranya akan lebih dari 50%. Nama-nama kandidat tersebut bisa saja muncul dari partai-partai.

Menurut Alvin Lie, pasal mengenai PPL dan Pemilihan Umum akan lebih komprehensif apabila dituangkan dalam Undang-undang Pemilihan Umum. "Sebaiknya memang tidak usah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 karena sifatnya akan menjadi kaku. Kita lihat saja dalam perjalanan yang cocok yang mana. Bisa saja Pemilihan Umum yang satu berbeda sistemnya dengan Pemilihan Umum yang berikutnya.

Alvin berpendapat, kalau kembali pada platform partai, Fraksi Reformasi mengehendaki PPL. Alternatif yang ditawarkan tetap pada akhirnya rakyat memilih sendiri pilihannya, hanya khusus penyaringannya saja yang berbeda.

Menurut Alvin, yang tahu kesiapan rakyat untuk mengikuiti PPL atau tidak itu rakyat sendiri. "Tugas MPR hanya membantu agar penyaringan ini menghasilkan kandiddat yang baik dan tidak menimbulkan perpecahan," ujarnya.

Tags: