Penataan Regulasi Cara Pemerintah Membenahi Overcrowded Rutan dan Lapas
Terbaru

Penataan Regulasi Cara Pemerintah Membenahi Overcrowded Rutan dan Lapas

Faktor eksternal yang menyebabkan over kapasitas rutan/lapas antara lain budaya hukum masyarakat masih bersifat punitive, penahanan ataupun pemenjaraan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Kemudian ada Permenkumham No.7 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Permenknumham No.3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Selanjutnya UU No.22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, dan UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP.

Kemudian disusun peta jalan penataan regulasi mulai dari jangka pendek sampai panjang. Meliputi inisiasi payung hukum pelaksanaan keadilan restoratif, merevisi UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan menerbitkan peraturan pelaksana KUHP. Selain itu merancang aturan teknis seperti Rancangan PP tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksaanaan Hak dan Kewajiban.

Selanjutnya Rancangan PP tentang Penyelenggaraan Fungsi Pemasyarakatan dan Rancangan PermenkumHAM tentang Pelaksanaan UU Pemasyarakatan. Dari penataan regulasi itu pada 2020-2023 sudah dilakukan asmiliasi terhadap 183.143 narapidana dan 132.316 integrasi. Periode 2018-2023 telah dilakukan revisi kepada lebih dari 148 ribu narapidana.

Kementerian tempat Reynhard bernaung telah melakukan pemberdayaan sumber daya manusia. Antara lain merekrut lebih dari 4.100 petugas pemasyarakatan. Kemudian melakukan peningkatan kompetensi kepada petugas, pengembangan karir dan mutasi. Dalam jangka panjang 5 tahunan akan didorong untuk pemenuhan kebutuhan ideal petugas pemasyarakatan.

Menanggapi Reynhard, anggota Komisi III Taufik Basari, mengatakan pemerintah sudah punya modal kuat yakni UU 22/2022. Beleid itu memuat banyak pembaruan yang bisa dilakukan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM. bahkan sudah ditindaklanjuti dalam beberapa peraturan teknis.

“Dengan payung hukum yang sudah ada ini kita optimalkan, cari jalan untuk mengatasi overcrowded jangan normatif,” ujarnya.

Sosialisasi kepada masyarakat terkait UU 22/2022 menurut pria disapa Tobas itu perlu dilakukan pemerintah. Sebab regulasi itu memiliki pandangan modern tentang pemasyarakatan dimana pemidanaan yang dilakukan saat ini tak lagi untuk penghukuman ddan balas dendam tapi untuk tujuan korektif, rehabilitatif, dan restoratif.

“Sosialisasi ini penting untuk menggalang dukungan publik,” imbuhnya.

Pria yang pernah menjabat Direktur Bantuan Hukum dan Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) periode 2006-2011 itu berharap Ditjen PAS dapat bergerak cepat dan tegas atas peristiwa yang terjadi di rutan/lapas. Seperti sempat ada peristiwa kasus pengeroyokan di lapas anak. Dia mengapresiasi langkah cepat Ditjen PAS dalam menangani masalah tersebut. Kemudian ada staf lapas yang melakukan flexing dan ditindak dengan cepat. Berbagai persoalan itu diharapkan dapat dicegah agar tidak berulang lagi ke depan.

Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu mendorong pemerintah meratifikasi Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT) yang intinya membuka ruang pengawasan di tempat penahanan dan pemasyarakatan. Konvensi pilihan itu berdampak positif untuk bidang pemasyarakatan sehingga ada perubahan menuju arah yang lebih baik.

Tags:

Berita Terkait