Pencabutan Hak Politik Terdakwa Kasus Korupsi di Mata Penegak Hukum
Fokus

Pencabutan Hak Politik Terdakwa Kasus Korupsi di Mata Penegak Hukum

KPK terus mengajukan pencabutan hak dipilih bagi pelaku korupsi di sektor politik. Tidak hanya menyasar pejabat pusat.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

“Kami akan sampaikan, kami akan membela secara hukum juga. Sebenarnya kalau bicara pengaruh melihat dari persepsi apa dulu. Kalau dari masyarakat pengaruh agar di kemudiam hari tidak gunakan hak politiknya, tidak akan dipilih kembali. Tapi bicara hak politik, itu tadi ada Pasal 28 (UUD 1945) tentang hak asasi itu kembali lagi,” pungkasnya.

Kritik juga datang dari M. Fadli Nasution. Kuasa hukum anggota DPRD Sumatera Utara ini menganggap tuntutan kepada kliennya berlebihan, tidak sebanding dengan sikap koperatif para terdakwa sejak pemeriksaan awal sebagai tersangka sampai di persidangan. Menurut Fadli kliennya sudah mengakui perbuatan dan mengembalikan uang yang pernah mereka terima kepada KPK sesuai dengan dakwaan penuntut umum.

Mengenai pencabutan hak politik kliennya, Fadli juga menganggap penuntut umum tebang pilih. “Dalam pembelaan nanti akan disampaikan mohon keadilan dari majelis hakim,” tegasnya.

Salah satu dalil yang dibangun Fadli adalah tebang pilih tadi. Beberapa terpidana sebelumnya dalam perkara ini, unsur pimpinan DPRD Sumatera Utara tidak dituntut pencabutan hak politik. “Perkara sebelumnya Kamaludin Harahap, Ajib Shah, Chaidir Ritonga, Sigit Pramono Asri, Saleh Bangun dkk,” ujarnya.

Latar Belakang

Permintaan penuntut umum khususnya pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta majelis hakim untuk mencabut hak terdakwa menduduki jabatan publik kerap dilakukan bukan tanpa dasar. Pasal 10 KUHP mengatur jenis pidana tambahan yang dapat diminta jaksa atau dijatuhkan hakim, yaitu pencabutan hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Pasal 35 KUHP menjebarkan lebih jauh hak-hak terdakwa yang bisa dicabut.

Selain punya landasan yuridis dalam KUHP, pencabutan hak pilih atau hak menduduki jabatan publik dilandasi pertimbangan tertentu dari KPK. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, menjelaskan para terdakwa kasus korupsi diduga telah mengkhianati kepercayaan masyarakat di jabatan politik tertentu atau kejahatan yang dilakukan terkait langsung dengan jabatan. “Selain itu, untuk melindungi kepentingan masyarakat setelah pelaku korupsi tersebut menyelesaikan masa hukuman penjaranya,” kata Febri Diansyah saat dikonfirmasi hukumonline, Selasa (22/1).

Lalu sejak kapan permintaan pencabutan hak politik ini dilakukan? Dari penelusuran hukumonline KPK memulainya pada saat persidangan dengan tuntutan mantan Kakorlantas Polri Irjen Pol. Djoko Susilo pada Agustus 2013. Djoko Susilo didakwa melakukan korupsi simulator SIM dan tindak pidana pencucian uang.

Tags:

Berita Terkait