Pendidikan Hukum Dalam Perspektif Masa Depan
Tajuk

Pendidikan Hukum Dalam Perspektif Masa Depan

Pendidikan hukum dan mahasiswanya perlu memahami dunia baru yang terhubung dengan internet dan otomatisasi serta teknologi lainnya yang hampir bisa menjawab hampir semua kebutuhan manusia tanpa secara fisik saling terhubung.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Oleh sebagian pengajar yang termodernkan (sebagian lainnya tetap menerapkan cara-cara yang diwariskan oleh sistem pendidikan hukum lama yang dogmatis dan satu arah), mahasiswa kembali diharuskan untuk mulai membaca, berdebat dikelas dan di acara-acara debat terbuka, mempelajari yurisprudensi dan perkembangannya diluar teks hukum positif, mempertimbangkan cabang ilmu lainnya, dan yang paling penting mulai menulis secara ilmiah. Kondisi memodernkan pendidikan hukum ini dirusak oleh Orde Baru yang korup dan represif, di mana hukum kemudian dibuat, ditafsirkan dan diterapkan untuk kepentingan kekuasaan dan lingkaran bisnis dari penguasa dan kroninya.
Kemudian era berganti, dan reformasi berjalan setelah Soeharto dan kekuasaannya runtuh. Semangat euforia untuk berjalan dalam konstitusi, menerapkan demokrasi, menghargai HAM dan tanggung jawab kepada konstituen dan publik pada umumnya serta tekanan dari organisasi masyarakat sipil (CSO) menjadikan hukum kemudian harus dibuat dengan menganut prinsip tata kelola yang baik (good governance) dan tanggung jawab sosial yang jauh lebih besar dengan melibatkan berbagai partisipasi unsur masyarakat. 
Demikian pula sistem pendidikan hukum kita. Semangat tersebut terus bergaung, tetapi sayangnya hanya berhenti di tingkat CSO dan concerned citizens pada umumnya. Penguasa kembali hanya memikirkan kepentingan dan kelompoknya sendiri. Parlemen mengalami keterpurukan kepercayaan masyarakat dan tidak mampu dan produktif membentuk hukum yang baik. Demikian pula terjadi pada sejumlah lembaga penegak hukum kecuali Komisi Pemberantasan Korupsi. Skandal demi demi skandal politik dam korupsi terjadi yang melibatkan penyelenggara negara tingkat tinggi dalam spektrum yang luas. Hukum kembali menjadi slogan, sementara pendidikan hukum menjadi gamang, mencari-cari bentuknya yang ideal yang seringkali bersimpangan dengan kenyataan tentang bagaimana hukum sebenarnya dipraktekkan atau harus dipraktekkan. 
Sementara itu dunia terus berubah. Negara-negara pecah. Ekonomi dunia dilanda resesi sampai sekarang ini. Isu konflik agama, separatisme, terorisme, narkoba, dan krisis pangan serta energi terus mendera warga dunia. Akhir-akhir ini arus pengungsi, perebutan hegomoni di beberapa kawasan, dan perdagangan manusia mewarnai kericuhan dunia. Memang dunia dalam sejarah umat manusia belum pernah aman, tenteram dan sejahtera, tetapi rasanya belum pernah kita hidup dalam kekacauan multi dimensi seperti sekarang ini. Usaha perbaikan di banyak negara, antar negara, antar kawasan, dan gerakan internasional bukannya tidak ada, tetapi ketika krisis melanda suatu negara maka prioritas utama adalah menjaga rumah dan  halaman belakangnya sendiri. 
Yang juga sangat menarik adalah bahwa apa yang diramalkan oleh para futuris ternyata terjadi. Ada dunia lain yang bersatu, yang diam-diam bekerja sama dan menjalin solidaritas, tanpa membedakan latar belakang warna kulit, agama, ras, status sosial, wilayah negara, dan semua unsur pembeda lainnya. Dunia itu adalah dunia yang dihubungkan oleh teknologi. 
Tidak ada yang bisa menghalangi siapapun, di mana pun di seluruh pusat dan pojok dunia, dengan latar belakang apa pun, untuk membicarakan, mendiskusikan dan memperdebatkan masalah penindasan wanita dan anak-anak, kampanye gila dari Trump, penculikan oleh Boko Haram, pengungsi Suriah, pelarangan burkini, perusakan lingkungan, antrian makanan, kebangkrutan ekonomi negara, korupsi politisi, dan semua masalah dunia kini. Itu didengar oleh para pemimpin dan penguasa dan menjadi panduan mereka dalam memutus kebijakan perbaikan. Mungkin kita masih ingat bahwa pada waktu kita membela Bibit dan Chandra dalam heboh Cicak Buaya, dukungan dari 1,4 juta facebookers ikut menentukan penyelesaian kericuhan tersebut. 
Itu semua digerakkan oleh teknologi internet, media konvensional, citizen journalism, film-film documenter, dan media sosial dalam berbagai bentuk. Dunia melakukan transaksi keuangan 24 jam sehari dengan sentuhan pada papan ketik atau layar elektronik pada komputer atau smartphone.  Barang-barang dan jasa diperdagangkan tanpa kantor, tanpa formalitas kaku, dan melibatkan banyak sumber berdasarkan sistem ekonomi berbagi. Semua tanpa hirau atas batas negara. Manajemen database hukum dan penyelesaian masalah-masalah hukum, identifikasi dan kecenderungan konsumen, sistem audit, transaksi perbankan, bahkan pemilihan umum dilakukan dengan sistem robotik yang sangat akurat. Pendidikan pun mulai dilakukan secara online. 
Tags: