Penegakan Hukum Lemah, Kebocoran Data Pribadi Rentan Berulang
Berita

Penegakan Hukum Lemah, Kebocoran Data Pribadi Rentan Berulang

Perilaku masyarakat mengumbar informasi pribadi menjadi salah satu faktor utama kebocoran data pribadi. Bahkan, informasi pribadi tersebut diunggah secara sukarela.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Sementara itu, pengamat keamanan siber, Teguh Apriyanto menyampaikan perilaku masyarakat mengumbar informasi pribadi menjadi salah satu faktor utama kebocoran data pribadi. Bahkan, informasi pribadi tersebut diunggah secara sukarela. “Kebanyakan masyarakat dengan sukarela memberikan data pribadinya,” jelas Teguh.

Dia mendorong pemerintah giat mengedukasi masyarakat mengenai pengamanan data pribadi. Dia menjelaskan kebocoran data pribadi berisiko rugikan masyarakat karena dapat disalahgunakan untuk kejahatan.

“Data itu bisa digunakan berbagai macam tujuan termasuk mengintimadasi seseorang. Harus ada edukasi kepada masyarakat mengantisipasi saat terjadi kebocoran data seperti menerima email phising, atau telepon dari orang yang ingin meminta kode pribadi. Itu harus diedukasi dan butuh waktu. Banyak korbannya orang yang cukup berumur karena tidak paham,” jelas Teguh.

Secara terpisah, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Nadia Fairuza, menyampaikan salah satu upaya yang dapat dilakukan melalui integrasi literasi digital dengan kurikulum pendidikan. Upaya peningkatan literasi digital perlu terintegrasi dengan kurikulum karena kemampuan literasi digital sangat dipengaruhi dengan kemampuan literasi baca tulis, yakni kemampuan membaca, menulis, mencari, menganalisis, mengolah dan membagikan teks tertulis. Sayangnya, performa Indonesia di bidang literasi baca tulis termasuk rendah.

Nadia melanjutkan, salah satu faktor penyebab rendahnya literasi masyarakat Indonesia adalah kurangnya penekanan pada keterampilan berpikir kritis sejak usia dini. Padahal, literasi digital perlu diasah sejak dari pendidikan dasar. Dalam, Kurikulum Nasional 2013 mengamanatkan penerapan High Order Thinking Skills (HOTS) tetapi tidak terintegrasi dengan baik atau diajarkan secara luas selama pelatihan guru di Indonesia.

Menurutnya, dalam praktik, pendidikan Indonesia berfokus pada pendekatan pembelajaran yang kurang mengasah keterampilan berpikir kritis seperti menghafal dan mengerjakan soal-soal yang jawabannya dapat dengan mudah ditemukan di buku pelajaran tanpa melewati proses berpikir yang dalam. Padahal, literasi digital merupakan salah satu kemampuan yang dibutuhkan di abad 21. Keterampilan literasi digital memberi siswa kemampuan untuk berkembang dalam lingkungan digital yang dinamis seperti sekarang ini.

“Mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang ada di sekolah-sekolah juga belum optimal dalam meningkatkan literasi digital.  Faktanya, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 37 Tahun 2016 tentang implementasi pembelajaran TIK lebih berfokus pada kemampuan peserta didik dalam mengoperasikan perangkat teknologi dan internet daripada kemampuan menganalisis dan memproses informasi yang didapat secara daring,” jelas Nadia.

Tags:

Berita Terkait