Penggunaan Hak Prerogatif Presiden Memilih Pejabat Publik Perlu Dievaluasi
Berita

Penggunaan Hak Prerogatif Presiden Memilih Pejabat Publik Perlu Dievaluasi

Bila KPK sudah menetapkan seseorang menjadi tersangka, akan sangat sulit bagi orang tersebut untuk berkelit.

Oleh:
YOZ
Bacaan 2 Menit
Habiburokhman (tengah). Foto: SGP
Habiburokhman (tengah). Foto: SGP
Penetapan tersangka terhadap Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Budi Gunawan (BG) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bak petir di siang bolong. Calon Kapolri yang diajukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini diduga memiliki rekening mencurigakan.

Sejak beredar kabar pencalonannya sebagai Kapolri, BG mendapat sorotan publik atas dugaan kepemilikan rekening gendut. Ironisnya, Jokowi tetap mencalonkan BG sebagai Kapolri. Hal itu semakin ironis tatkala Jokowi tidak melibatkan KPK dan PPATK dalam mencalonkan BG untuk menjadi Kapolri, seperti pengangkatan menteri yang melibatkan dua lembaga tersebut.

Bahkan, Jokowi mengusulkan calon tunggal yakni BG untuk menjadi Kapolri. Belakangan, KPK malah menyatakan sudah memberi peringatan kepada Jokowi terkait kasus yang membelit BG.

Ketua DPP Partai Gerindra Bidang Advokasi, Habiburokhman, menyayangkan sikap Jokowi yang belum juga mengambil tindakan setelah ditetapkannya BG sebagai tersangka oleh KPK. Menurutnya, saat ini justru semakin sulit bagi Jokowi untuk menentukan sikap setelah Komisi III DPR mengadakan fit and proper test tehadap BG. Sementara KPK akan terus bekerja untuk menindaklanjuti penetapan BG.

“Sangat mungkin dalam waktu dekat Budi Gunawan akan dipanggil dan ditahan,” kata Habiburokhman.

Menurutnya, KPK adalah salah satu dari sedikit institusi negara yang masih dipercaya oleh publik, jadi semakin kuat perlawanan politik kepada KPK justru akan menambah dukungan publik kepada KPK. Dia juga mengingatkan jika KPK sudah menetapkan seseorang menjadi tersangka, akan sangat sulit bagi orang tersebut untuk berkelit, terlebih jika orang tersebut juga merupakan figur politik.

Lebih jauh, Habiburokhman menyatakan bahwa publik seharusnya melakukan evaluasi serius terhadap penggunaan hak prerogatif presiden dalam memilih pejabat publik. Menurutnya, salah besar jika penggunaan hak prerogatif itu dilakukan  dengan mengabaikan kritikan dan masukan dari masyarakat.

Direktur Eksekutif LBH BUMN, BIN Tresnadi, bependapat sebaiknya Jokowi memerintahkan Kapolri untuk memeriksa mantan Direktur Krimsus Arief Sulistyanto yang memeriksa Kasus BG. Menurutnya, Jokowi perlu bersikap seperti Susilo Bambang Yudhoyono saat mejabat presiden.  

“Pada masa SBY jadi presiden, ketika ada menteri yang jadi tersangka korupsi oleh KPK langsung di nonaktifkan,” katanya.

Dia khawatir jika Jokowi tetap memaksakan BG untuk menjadi pengganti Kapolri Sutarman, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahannya turun drastis. “Di sinilah Jokowi diuji kepemimpinannya terkait masalah BG dan menghapus banyaknya tudingan bahwa dia hanyalah presiden boneka yang hanya menurut dengan ketua umum partai pendukungnya,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait