Penghuni dan Pengelola Rusunami Bersengketa di Pengadilan
Utama

Penghuni dan Pengelola Rusunami Bersengketa di Pengadilan

Berkaitan dengan penetapan tarif dasar listrik dan air.

CR-24
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS
Belasan penghuni Rusunami Kalibata City menggugat pihak pengelola rumah susun itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka mempersoalkan penetapan tarif listrik dan air karena dianggap tak sesuai ketentuan perundang-undangan. Memberikan kuasa kepada kantor hukum Syamsul Munir & Partners, para penghuni menggugat PT Pradani Sukses Abadi, PT Prima Buana Internusa, dan Badan Pengelola Kalibata City. Sidang atas perkara ini dipimpin hakim Fery Agustina, dan kembali digelar Senin (21/8).

Dalam gugatan, para penghuni menganggap para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menetapkan harga air dan listrik yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam rentang waktu 2012–2016. Sehingga, dalam gugatan mereka meminta ganti rugi dengan nilai Rp23,176 miliar ditambah kerugian immateriil sebesar Rp1 miliar.

Perihal tarif listrik, penggugat menyatakan tarif yang dikenakan tidak sesuai dengan seharusnya. Penghuni seharusnya dikenakan biaya tarif untuk 900/220 volt ampere (VA) dan 1300/220 VA golongan R-1/TR (tarif subsidi), tetapi pengelola justru menarik iuran dengan tarif B-3/TM (golongan bisnis non subsidi).

(Baca juga: Sengketa Perumahan Marak, UU Perlindungan Konsumen Segera Direvisi).

Kemudian untuk tarif air, berdasarkan peraturan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 11 Tahun 2007 tentang Penyesuaian Tarif Otomatis Air Minum telah terjadi kerugian para penggugat (I sampai XIII) yang dilakukan oleh Para Tergugat dengan mengenakan tarif maksimal untuk setiap pemakaian air bersih sebesar Rp7.450/meter kubik meskipun penggunaannya di bawah 10 meter kubik atau di bawah 20 meter kubik (m3). Seharusnya untuk pemakaian 10 m3 pertama tarifnya Rp4.900/m3 setelah itu pemakaian diatas 10 m3 hingga 20 m3 tarifnya Rp6.000/m3. Lalu, pemakaian di atas 20 m3 tarifnya Rp7.450/m3.

“Berkaitan dengan tarif biaya beban tetap air bersih berdasarkan Peraturan Gubernur No. 11 Tahun 2007 telah terjadi kerugian yang dialami oleh Para Penggugat. Para Tergugat membebankan kepada Penggugat Isampai Penggugat XIII sebesar Rp11.950/bulan, yang seharusnya hanya Rp7.550/bulan”.

(Baca juga: PPJB tentang Rusunami).

Selain itu, para Tergugat juga membebankan kepada Penggugat XIII sebesar Rp27.665/bulan, yang seharusnya hanya Rp14.190/bulan. Pihak Tergugat dianggap sewenang-wenang membebankan biaya tambahan air, kepada Penggugat sebesar 5% dari total biaya pemakaian dan biaya tetap air. Padahal sesuai Peraturan Gubernur No. 11 Tahun 2007 di atas tidak diatur komponen biaya dimaksud.

Dalam petitumnya, selain meminta ganti rugi kerugian materiil dan immateriil, penggugat juga meminta majelis agar memutuskan para pengguggat menetapkan tarif listrik dan air sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, mereka juga meminta sita jaminan berupa sebidang ruang yang dioperasikan Tergugat III dalam hal ini Badan Pengelola Kalibata City.

Jawaban Tergugat
Di persidangan, para Tergugat menolak semua gugatan yang dilayangkan. PT Pradani Sukses Abadi, Tergugat I yang diwakili kuasa hukumnya Herjanto Widjaja Lowardi, berargumen seluruh hasil penagihan dan pembayaran listrik dari unit-unit satuan rusunami Kalibata City dicatat dalam pembukuan tersendiri dan dipertanggungjawabkan secara berkala kepada Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS). Kalau ada selisih perhitungan, maka itu menjadi tanggung jawab bersama untuk membayarnya ke PLN.

”Merupakan hak dan kewajiban dari gabungan seluruh pemilik dan penghuni satuan rumah susun selaku konsumen yang diwakili oleh pihak PPPSRS kepada pihak PLN selaku Penjual yang melakukan usaha penyediaan dan penjualan tenaga listrik,” demikian tertuang dalam jawaban Tergugat I.

(Baca juga: Simak Penjelasan Kementerian ESDM Terkait Polemik Tarif Listrik).

Oleh karena itu, Badan Pengelola tidak menarik keuntungan dari selisih pembayaran atas biaya penggunaan, termasuk biaya pemakaian tenaga listrik. Tergugat mengklaim kebijakan ini juga sesuai dengan Pasal 2 ayat (5) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 31 Tahun 2015 tentang Penyediaan Tenaga Listrik untuk Bangunan dalam Kawasan Terbatas.

Begitu pula berkaitan dengan biaya penggunaan air. Para tergugat berdalih bukan penjual air untuk diminum para penggugat. Seluruh hasil penagihan dan pembayaran penggunaan air dari unit-unit satuan rumah susun di Kalibata City juga dicatat dalam pembukuan tersendiri dan dipertanggungjawabkan secara berkala kepada pihak PPPSRS yang mewakili setiap dan seluruh pemilik dan penghuni sarusun di kawasan Kalibata City. Kalau ada selisih, harus ditanggung bersama sebagaimana listrik.

PT Palyja sebagai penyedia air tidak mungkin melayani satu persatu konsumen di rusunami, sehingga air dikelola bersama agar bisa mengalir ke semua penghuni. Berkaitan dengan tarif, Palyja menetapkan tarif berdasarkan gabungan keseluruhan pemakaian air di kawasan Kalibata City, bukan satu persatu penghuni. Tergugat menilai masalah air bukan kesalahan para tergugat.

Dalam repliknya, pihak Penggugat menyoroti pernyataan Tergugat yang menyatakan persoalan listrik diselesaikan PPPSRS. Padahal di Kalibata City ada dua kubu PPPSRS yang berdiri, pertama dibentuk oleh warga dan kedua oleh Pengelola. Dan kedua kepengurusan tersebut hingga kini juga belum mendapat pengesahan dari gubernur.

Para penggugat menepis argumentasi tergugat perihal tagihan listrik. Menurut para penggugat, dalam aturan yang ada di PLN koordinator penagihan tentu tidak bisa membuat tagihan sendiri, tapi tagihan dibuat oleh PLN. Selama ini pihak Tergugat dianggap menetapkan tarif seenaknya dan tanpa mematuhi peraturan yang berlaku. Inilah yang merugikan para penggugat.

Pengelola mengatakan pembayaran tagihan listrik ini merupakan kewajiban warga sesuai PPJB yang telah ditandatangani. Dalam replik, warga menegaskan sama sekali tidak mempersoalkan kewajiban itu. “Yang diperjuangkan adalah hak warga untuk mendapatkan tarif sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, tanpa mark-up seperti yang selama ini dilakukan,” tulis Syamsul Munir, pengacara para penggugat.
Tags:

Berita Terkait