Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih menjadi kasus kekerasan yang masih banyak terjadi di tengah masyarakat. Minimnya pengetahuan dan berbagai faktor lainnya menyebabkan seseorang dengan mudah melakukan kekerasan baik fisik, psikis, maupun seksual di lingkup rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Kasus KDRT biasanya dialami oleh perempuan karena dianggap lemah dan tidak berdaya. Stigma negatif mengenai perempuan yang terus membuat kasus-kasus KDRT di Indonesia tidak menemui titik terang.
Baca Juga:
- Selain dari Sisi Agama, Ini Penyebab Kawin Beda Agama Sebaiknya Dihindari
- Akibat Hukum Melakukan KDRT dan Cara Pelaporannya
Terkait dengan sistem hukum acara pidana untuk penanganan kasus KDRT, hakim memeriksa dan mengadili suatu perkara setelah melalui penyelidikan, penyidikan, dan pelimpahan berkas ke pengadilan.
Titik berat penanganan kasus KDRT adalah kepentingan korban dan pada dasarnya tidak ada upaya mediasi dalam proses persidangan pidana. Hakim tidak boleh melakukan mediasi dalam memeriksa dan mengadili perkara pidana KDRT. Namun, mediasi oleh korban dan pelaku di luar pengadilan dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan hakim mengenai berat ringannya hukuman yang diberikan kepada terdakwa.
Adapun cara yang bisa digunakan dalam penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga bisa dilakukan melalui pengadilan dan diluar pengadilan. Penyelesaian kasus KDRT dengan cara ini bisa dilakukan apabila pelaku mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, baik mendapatkan hukum penjara maupun sanksi denda sesuai jenis tindak kekerasan yang dilakukan dan juga korban yang masih memberi kesempatan bagi pelaku.