Peradilan Agama Resmi Dialihkan ke Mahkamah Agung
Utama

Peradilan Agama Resmi Dialihkan ke Mahkamah Agung

Organisasi, administrasi dan finansial peradilan agama resmi diserahkan dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung. Sementara pengalihan peradilan militer sampai saat ini belum dilakukan, meski telah melewati tenggat waktu yang diatur dalam undang-undang.

Oleh:
Nay
Bacaan 2 Menit
Peradilan Agama Resmi Dialihkan ke Mahkamah Agung
Hukumonline

Soal lain yang masih mengganjal adala, revisi UU Peradilan Militer yang belum selesai dibahas di DPR. Sehingga belum diketahui apa yang nanti akan menjadi kompetensi peradilan militer. Namun Bagir menegaskan, pengalihan peradilan militer tidak akan menunggu terbentuknya UU Peradilan militer. "(Peralihan ) akan dilakukan dalam waktu yang sangat cepat," ucapnya.

Keganjilan

Berdasarkan data dari Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, Departemen Agama, saat ini terdapat 324 Pengadilan Agama di tingkat kabupaten dan kota, dan 19 Mahkamah Syar'iyah di kabupaten /kota di NAD. Untuk tingkat banding, terdapat 24 Pengadilan Tinggi Agama di provinsi, dan satu Mahkamah Syar'iyah Provinsi di NAD.

Perkara yang masuk ke lingkungan peradilan agama untuk tingkat pertama, rata-rata mencapai 160.00 perkara setiap tahunnya.

Tabel jumlah perkara dipengadilan agama pada 2003 

No

Tingkat

Sisa Tahun 2002

Perkara Masuk 2003

Perkara dicabut 2003

Perkara diputus 2003

Sisa Tahun 2003

1

Tk pertama

 26.796

 154.524

 8278

 145.593

 27.449

2

Tk Banding

 222

 1456

  13

 1449

 216

3

Kasasi

 1336

  700

   -

  394

 1642

Lebih jauh Bagir Manan juga mengungkapkan bahwa ia sangat prihatin melihat kondisi pengadilan agama di daerah-daerah yang dikunjunginya. Dari pengamatannya, tidak satupun gedung pengadilan agama yang dikunjunginya di daerah yang memenuhi syarat sebagai gedung pengadilan. "Di seluruh Indonesia tidak lebih dari 10 pengadilan yang penampilannya memadai,"

Dari segi anggaran, menurutnya, ada sebuah pengadilan agama yang hanya mendapat anggaran sebesar Rp51 juta per tahun. "Ini kurang separuh gaji Dirut Pertamina setiap bulan," cetusnya.

Hal lain yang ditemukan Bagir adalah, hakim pengadilan agama yang jarang berpindah tempat tugas. Bahkan, ada hakim yang pernah bertugas selama 14 sampai 15 tahun di suatu daerah dan tidak pernah berpindah. Penyebabnya, jika hakim pengadilan agama ingin pindah tugas, mereka harus membayar ongkos sendiri.

Hal itu dinilai Bagir sebagai keganjilan administrasi negara yang luar biasa. Pasalnya, di lingkungan peradilan lain, perpindahan hakim selalu ditanggung oleh negara. Apalagi dari segi pekerjaan, jumlah perkara di pengadilan agama jumlahnya tidak kalah dari pengadilan umum.

Rata-rata jumlah perkara di pengadilan agama di sepanjang jalur pantura, misalnya, sebanyak  40 sampai 100 perkara setiap bulan. Padahal, jumlah perkara perdata di PN  Pekalongan, hanya sebanyak 20 perkara selama satu tahun, sedang di PN Kudus, kurang dari 10 perkara setiap tahun. "Di masa depan hal ini tidak boleh ada perbedaan lagi," janji Bagir.  

Sesuai ketentuan Pasal 42 Undang-undang No. 4 Tahun 2004  tentang Perubahan UU Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, 30 Juni 2004 adalah batas akhir pengalihan organisasi, administrasi dan finansial dalam lingkungan peradilan agama dan peradilan militer ke MA.  

Berdasarkan ketentuan itu, ternyata hanya peradilan agama yang secara resmi diserahkan ke Mahkamah Agung. Serah terima tersebut dilakukan secara simbolis oleh Menteri Agama Said Agil Al Munawar, dengan menyerahkan Direktorat Pembinaan Peradilan Agama kepada Mahkamah Agung (30/06).

Direktorat Pembinaan Peradilan Agama selama ini mengurusi masalah organisasi, administrasi dan finansial Pengadilan Agama, Pengadilan Tinggi Agama, Mahkamah Syar'iyah dan Mahkamah Syar'iyah Provinsi di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).  

Mengenai belum diserahkannya peradilan militer ke MA, Ketua MA Bagir Manan menyatakan bahwa ia belum menerima Keppres tentang peralihan organisasi, administrasi dan finansial peradilan  militer. "Sampai saat ini Keppres itu belum sampai di tangan saya, "ujar Bagi dalam sambutannya. Namun, Bagir tidak secara tegas menyatakan belum diterimanya Keppres, sebagai alasan tidak dilakukannya pengalihan peradilan militer sesuai UU.

Selain soal Keppres, Bagir mengatakan bahwa masih ada beberapa persoalan yang harus diselesaikan sebelum pengalihan peradilan militer. Ia menyebut, soal masalah status keprajuritan hakim peradilan militer. "Sebagai prajurit mereka akan pensiun umur 55 tahun, tapi usia pensiun hakim 62 tahun. Saya minta ini dipecahkan dahulu, jangan nanti timbul polemik, tutur Bagir.

Halaman Selanjutnya:
Tags: