Pailit dan bangkrut sering diartikan sama, padahal makanya berbeda dengan status hukum yang berbeda. Dari segi keuangan, pailit bisa saja terjadi pada perusahaan yang keuangannya dalam keadaan baik-baik saja, namun bangkrut terdapat unsur keuangan yang tidak sehat dalam perusahaan.
Pailit diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dari aturan ini, pailit dapat dijatuhkan kepada debitur jika mempunyai dua atau lebih kreditur, tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo, serta dapat dijatuhkan atas permohonanya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditur.
Dalam status hukum, pailit dapat ditetapkan berdasarkan Pengadilan Niaga. Persoalan kepailitan merupakan persoalan ketidakmampuan untuk membayar utang. Pailit diajukan oleh yang dirugikan kepada perusahaan.
Baca Juga:
- Dari Business Judgment Rule Hingga Potret Kepemimpinan Perempuan di Kursi Kantor Hukum
- Rampungkan Proses PKPU, Garuda Indonesia Fokus Maksimalkan Profitabilitas
Setelah dinyatakan pailit maka aset perusahaan akan dikelola oleh kurator yang ditunjuk serta diawasi oleh Pengadilan Niaga, aset yang disita akan dijual untuk melunasi utang. Sidang kepailitan akan dilaksanakan paling lambat 20 hari setelah permohonan didaftarkan.
Pengadilan Niaga akan memanggil debitur dan kreditur dalam sidang, termasuk memutuskan apakah perusahaan debitur diputus pailit, namun masih bisa mengajukan kasasi di Mahkamah Agung.
Sementara itu, bangkrut merupakan sebuah kondisi perusahaan yang menderita kerugian besar hingga jatuh sehingga perusahaan gulung tikar. Penyebab bangkrutnya suatu perusahaan dikarenakan kerugian yang dialaminya.