Menanti Aksi Nyata dari Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura
Terbaru

Menanti Aksi Nyata dari Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura

Perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura diharap tidak sekadar formalitas.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Foto: RES
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman. Foto: RES

Pemerintah Indonesia telah meneken perjanjian ekstradisi dengan Singapura di Bintan, Kepulauan Riau pada Selasa (25/1). Adapun jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut Perjanjian Ekstradisi ini berjumlah 31 jenis diantaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.

Menanggapi perjanjian ekstradisi tersebut, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengapresiasi dan berharap dapat mengembalikan para buron kejahatan korupsi yang melarikan diri ke Singapura. “Apresiasi dan selamat kepada Indonesia dan Singapura pada perjanjian ekstradisi ini khususnya pemulangan kembali para pelaku tindak pidana khususnya korupsi,” jelas Boyamin kepada Hukumonline, Selasa (25/1).

Dia menyampaikan seiring perkembangan teknologi maka risiko kejahatan korupsi semakin tinggi. Sehingga, Singapura yang sebelumnya enggan melakukan perjanjian ekstradisi dengan Indonesia mengalami perubahan sikap karena terdapat kebutuhan negara tersebut. (Baca: Penangkapan Samin Tan dan Surganya Koruptor di Singapura)

Untuk itu, dia berharap perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura tidak hanya sekadar formalitas. “Ekstradisi ini tidak hanya di atas kertas atau sekadar hitam di atas putih. Tapi setidaknya ada pemulangan orang-orang yang buron ke Indonesia. Saya minta Singapura ada kemauan baik satu atau dua orang dipulangkan,” ujar Boyamin.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik dan mendukung penuh penandatanganan perjanjian ekstradisi antara Indonesia–Singapura. Perjanjian tersebut akan menjadi akselerasi progresif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Melalui perjanjian ini artinya seluruh instrumen yang dimiliki kedua negara akan memberikan dukungan penuh terhadap upaya ekstradisi dalam kerangka penegakkan hukum kedua negara, termasuk dalam konteks pemberantasan tindak pidana korupsi,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangan resminya yang diterima Hukumonline, Selasa (25/1/2022).

Dia melanjutkan Perjanjian Ekstradisi ini tentunya tidak hanya mempermudah proses penangkapan dan pemulangan tersangka korupsi yang melarikan diri atau berdomisili di negara lain, namun nantinya juga akan berimbas positif terhadap upaya optimalisasi asset recovery (pengembalian aset hasil tindak pidana).

Tags:

Berita Terkait