Perlindungan Data Pribadi, Siapa Berhak Mengawasi?
Kolom

Perlindungan Data Pribadi, Siapa Berhak Mengawasi?

Agar tercipta kepastian hukum dari UU PDP tersebut maka akan lebih baik ditentukan kurun waktu maksimal berapa lama setelah diundangkannya RUU PDP untuk peraturan turunan tersebut harus diterbitkan.

Bacaan 6 Menit

Menurut Van Vollenhoven dalam tulisannya “het adatrecht van nederland indie’’ mengemukakan bahwa hukum adalah suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan saling berbenturan dengan gejala-gejala lainnya. Berkaitan dengan pernyataan tersebut persoalan kompleksitas Cyber Crime yang menjadi perhatian beberapa akhir pekan ini yaitu terkait dengan kebocoran Data Pribadi sebanyak 1,3 miliar Data SIM Card.

Hacker yang mengatasnamakan dirinya Bjorka mengatakan, dirinya telah menjual sebanyak 105 juta data milik warga negara Indonesia (WNI) yang berasal dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ia juga mengklaim telah mempunyai 1,3 miliar data registrasi SIM card prabayar Indonesia, yang terdiri atas NIK, nomor telepon, operator seluler, hingga tanggal registrasi. Dalam fakta keseharian, tidak adanya mekanisme perlindungan terhadap privasi, terutama data pribadi, yang dapat berimbas pada penawaran kepada konsumen, bermacam produk, mulai dari properti, asuransi, fasilitas pinjaman online, sampai dengan kartu kredit, bahkan hingga penawaran judi online disisi lain konsumen sama sekali tidak pernah menyerahkan data pribadinya kepada produsen yang bersangkutan.

Berkaitan dengan hal tersebut kiat menguatkan wacana perihal urgensi penguatan perlindungan hak atas privasi yang sebenarnya telah dijamin oleh konstitusi pada Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

Hal demikian bahwa privasi sebagai bagian dari diri setiap warga negara yang sangat krusial yang harus turut dilindungi negara sebagai bentuk tanggung jawab negara, memiliki kewajiban untuk melakukan mekanisme kontrol, apabila tidak konsekuensi logis dari semua itu ialah terancamnya keamanan dan kedamaian negara. Risiko akan penyalahgunaan data yang bersifat privasi berpengaruh pada pertahanan kedaulatan informasi negara, keamanan masyarakat dalam cakupan yang lebih luas.

Berdasarkan data yang dilansir oleh Kominfo, mengungkapkan bahwa tingkat serangan siber di Indonesia masuk dalam peringkat kedua di dunia. Dari data yang dilansir oleh BSSN pada tahun 2020 tercatat 88,4 juta serangan siber yang ada di Indonesia, dan dalam kurun waktu Januari-Juli 2021 tercatat terdapat 741 kasus serangan siber (cyber attack), Sebelumnya dalam laporan hanya sampai pada tahun 2013 lalu oleh United Nations Conference On Trade and Development (UNCTAD) mencatat bahwa, sebanyak 2.100 kejadian telah memakan banyak kerugian pada data privasi dengan taksiran 822 juta data privasi telah terekam dalam kegiatan e-commerce dan telah dikumpulkan dalam online marketplace system, bahkan di indonesia pun jika ditelusuri dapat dikatakan hampir sebagian besar situs-situs di Indonesia mengumpulkan data privasi konsumen, bahkan ada beberapa situs jual beli online di Indonesia yang tidak mencantumkan ketentuan privacy policy.

*)Wulan Fitriana adalah seorang advokat di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait