Perma Persaingan Usaha Timbulkan Kebingungan, Hakim Konsultasi ke MA
Utama

Perma Persaingan Usaha Timbulkan Kebingungan, Hakim Konsultasi ke MA

Majelis beberapa kali berubah pikiran ketika menggunakan Perma Persaingan Usaha di persidangan. Majelis bingung ketika harus memilih menegakan azas audi alteram partem atau menerapkan Perma secara konsekuen.

Leo
Bacaan 2 Menit
Perma Persaingan Usaha Timbulkan Kebingungan, Hakim Konsultasi ke MA
Hukumonline

Namun, sikap majelis ini kembali menuai protes dari pihak KPPU. Selain menunjuk ke Pasal 5 ayat(2) Perma, menurut Ahmad Serudji, kuasa hukum KPPU, Pasal 6 juga seharusnya jadi rujukan. Disitu dikatakan, apabila Majelis memandang perlu dilakukan pemeriksaan tambahan, melalui sebuah putusan sela perkara dikembalikan ke KPPU. Bagi Ahmad, Pasal 6 tersebut bisa menjadi jalan keluar bila pengadilan memandang perlu untuk melakukan pemeriksaan tambahan.

Tadinya, majelis berubah pikiran dan sudah hampir memutuskan akan mengeluarkan putusan sela untuk mengembalikan perkaranya ke KPPU agar dilakukan pemeriksaan tambahan. Tapi, majelis sadar kalau mereka belum melakukan pemeriksaan apapun mengingat berkas perkara maupun putusan KPPU belum diserahkan ke pengadilan.

Seharusnya, kalau KPPU pintar berkas dan putusannya sudah diserahkan,cetus Herri. Namun dia buru-buru menengahi bahwa dalam proses ini permasalahannya bukan pintar-pintaran. Kita semua sama-sama belajar,tegasnya.

Karena tak kunjung diperoleh solusi, majelis akhirnya memutuskan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan MA. Kita akan tanya sama yang bikin,kata Heri. Sidang perkara keberatan Garuda ini akan dilanjutkan pada Selasa mendatang.

Pihak sederajat

Sementara, Fabian Budi Pascoal, kuasa hukum Garuda, menegaskan perlunya pengadilan memperhatikan bukti dan saksi yang akan mereka ajukan. Dia khawatir bila Perma diterapkan akan melanggar prinsip keseimbangan dan operasional.

Karena, Garuda harus memastikan bukti dan saksi yang bisa menguntungkan mereka juga dipertimbangkan oleh pengadilan. Sebelumnya, dalam proses pemeriksaan di KPPU, Garuda mengalami kesulitan untuk mengetahui bukti dan saksi yang dipakai oleh KPPU dalam mengambil putusan.

Di pengadilan, kami ingin didengar sebagai pihak yang sederajat, karena sebelumnya Garuda lah yang menjadi obyek pemeriksaan KPPU,ujar Fabian kepada hukumonline. Sedangkan dari aspek operasional, Garuda khawatir bila bukti-bukti yang diserahkan ke majelis, hanya yang menguntungkan KPPU. Dia mengatakan, ada bukti perjanjian yang sebenarnya menguntungkan Garuda. Namun, bisa jadi bukti tersebut tidak diserahkan oleh KPPU ke pengadilan.

Mengenai pemeriksaan tambahan yang diatur dalam Perma, Fabian menilai itu bukan solusi yang adil. Pasalnya, apabila dilakukan pemeriksaan tambahan, posisi KPPU dan Garuda yang sebelumnya horisontal menjadi vertikal. Hal ini tentu sangat tidak menguntungkan Garuda. Apalagi, bila selesai pemeriksaan tambahan dan proses persidangan dilanjutkan, posisi keduanya kembali berubah.

Peraturan Mahkamah Agung No.1/2003 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan terhadap Putusan KPPU (Perma) sebenarnya telah ditandatangani Ketua MA pada 12 Agustus lalu. Namun, Majelis yang menyidangkan perkara keberatan PT Garuda Indonesia terhadap putusan KPPU baru menerimanya kemarin. Akibatnya, Majelis kebingungan ketika harus menerapkan Perma pada persidangan hari ini.

Asal muasal kebingungan adalah ketika Garuda akan mengajukan bukti dan saksi ke persidangan. Awalnya, Majelis memberi lampu hijau karena acara persidangan hari ini memang pembuktian dari pihak Garuda. Namun, kuasa hukum KPPU buru-buru mengajukan keberatan.

Pasalnya, pada Pasal 5 ayat(2) Perma Persaingan Usaha disebutkan bahwa pemeriksaan keberatan dilakukan hanya atas dasar putusan dan berkas perkara yang telah diperiksa oleh KPPU. Artinya, kalau Garuda diijinkan untuk mengajukan bukti dan saksi baru, bisa ditafsirkan Majelis melanggar Perma Persaingan Usaha.

Di sisi lain, majelis merasa bila Garuda tidak diberi kesempatan untuk mengajukan bukti di persidangan—hanya memakai berkas dan putusan KPPU-- bisa dikatakan melanggar azas audi alteram partem (mendengar kedua belah pihak).

Berubah pikiran

Herri Swantoro, ketua majelis, bahkan menskors sidang untuk bermusyawarah.  Setelah berembuk sekitar 15 menit,  majelis sempat memutuskan untuk memberi kesempatan kepada Garuda untuk mengajukan bukti dan saksi. Majelis berargumentasi, Pasal 2 dan Pasal 8 Perma menyatakan KPPU sebagai pihak dalam perkara keberatan, Konsekuensinya, pemohon dan termohon keberatan harus diberikan hak yang sama.

Halaman Selanjutnya:
Tags: