Perpres ISPO Perlu Adopsi Prinsip HAM
Berita

Perpres ISPO Perlu Adopsi Prinsip HAM

Standar minimal yang perlu dipenuhi yakni adanya mekanisme komplain dan penyelesaiannya.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Wakil Koordinator Jikalahari, Okto Yugo Setiyo, mengatakan pelanggaran akan terus terjadi jika substansi rancangan Perpres tentang ISPO tidak diperkuat. Okto mencatat dari sekitar 500 perusahaan sektor kelapa sawit di Riau, 288 perusahaan tidak mengantongi izin atau izinnya tidak lengkap. Misalnya, hanya mengantong IUP (Izin Usaha Perkebunan) tapi sudah beroperasi seperti perusahaan yang sudah mendapatkan HGU (Hak Guna Usaha).

Dari hasil pemantauan Jikalahari tahun 2011, Okto menyebut ada 22 pabrik pengolahan kelapa sawit menerima bahan baku berupa buah kelapa sawit yang berasal dari lahan yang tidak diperuntukan untuk perkebunan seperti hutan konservasi. Hasil pengolahan pabrik itu ditampung oleh 4 perusahaan besar yang sudah mengantongi ISPO. “Pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap pelaksanaan ISPO di lapangan tidak efektif,” paparnya.

Direktur Eksekutif Kaoem Telapak, Abu Meridian, berharap agar ketentuan yang tercantum dalam rancangan Perpres ISO dapat mendorong tata kelola industri kelapa sawit yang berkelanjutan. Proses pembahasan rancangan Perpres itu juga harus membuka partisipasi publik. “Kami yakin jika substansi Perpres ini bermasalah maka peraturan turunannya juga tidak jelas,” urainya.

Program Manager Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Dian Mayasari, berharap rancangan Perpres ISPO memberi perhatian terhadap petani kelapa sawit swadaya. Misalnya, pemerintah perlu mengatur agar harga buah kelapa sawit petani agar tidak jatuh. Kemudian masalah legalitas yang kerap dihadapi petani dalam menggarap lahannya untuk kelapa sawit. “Kami belum melihat komitmen serius pemerintah untuk memberikan kepastian hukum terhadap masalah petani dalam kawasan hutan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait