Pilihan
Tajuk

Pilihan

Merenungi 2018 bisa dengan banyak cara. Salah satunya adalah dengan membuat perbandingan mengenai satu hal penting, mungkin salah satu yang terpenting dalam hidup setiap orang, bangsa atau bahkan negara. Pilihan.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Dalam hidup kita dihadapi oleh banyak sekali pilihan. Memilih satu hal bisa membawa seseorang ke puncak kejayaan. Memilih satu hal yang lain ternyata bisa salah, bisa membawa seseorang ke jurang nestapa. Namun, ada beberapa hal yang kita tidak bisa memilih. Orang tidak bisa memilih kapan dan di mana dia dilahirkan, siapa orang tuanya, warna kulitnya, ras-nya, bangsa-nya, bahkan suku, dan agama dan kepercayaan pada awal hidupnya.

 

Dia juga tidak bisa memilih apakah mau dilahirkan di daerah yang damai seperti Tromso, diujung utara Norwegia, atau kota yang berubah menjadi neraka seperti di Aleppo, Suriah. Dia bisa seorang Maasai di Tanzania, atau Aborigin (indigenous Australia) atau seorang Ami di Taiwan. Dia bisa juga keturunan Saxon dari Jerman yang berada di Inggris atau Viking di Skandinavia. Dia bisa lahir di tengah pusat pengungsi Rohingya atau bahkan camp ISIS, atau Palestina di Jalur Gaza.

 

Orang juga tidak bisa memilih bahwa dia dilahirkan di daerah cincin api yang kerap dilanda bencana gunung meletus, daerah jalur gempa atau tsunami. Karena tidak bisa memilih, maka orang berusaha untuk mengatur kehidupannya di tempat di mana mereka dilahirkan atau tinggal sesuai dengan kondisi lokasinya. Mereka yang hidup dalam kondisi alam atau politik serta konflik yang sulit menjadi penyintas yang tidak pernah berhenti berjuang untuk tetap hidup. Merekalah pahlawan-pahlawan kehidupan.

 

Kita tidak bisa memilih itu semua. Itu mungkin takdir kita. Karena itu, kita yang lahir dan hidup di Indonesia saya ajak untuk mengungkap rasa bersyukur bahwa kita dilahirkan di negeri yang indah ini, walaupun rentan bencana, di tengah bangsa yang majemuk yang hidup damai dan tinggi solidaritasnya dalam kesulitan, dan bukan di tempat-tempat yang sulit dan kejam seperti contoh di atas.

 

Benar di Indonesia masih banyak korupsi, masih ada bagian masyarakat yang tidak toleran, tingkat produktivitas masih rendah, human capital index masih rendah, sarana dan tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan dan kondisi infrastrukturnya masih di bawah rata-rata negara sedang berkembang lainnya.

 

Benar bahwa setiap hari kita mendengar orang saling caci maki di media dan dunia maya, seakan kita ini golongan masyarakat yang saling membenci. Benar bahwa penggunaan agama, suku, dan ras untuk mengkriminalisasi masih ada. Saling fitnah sudah menjadi santapan media setiap hari. Kampanye pemilu juga terasa sangat membodohi kita. Sungguh membosankan.

 

Kalau dipikir dengan cermat, semua hal itu adalah pilihan, bukan takdir. Kita, Indonesia, apa adanya saat ini, masih jauh lebih baik dari mereka yang sedang menderita di Suriah, Rohingya, Yaman, bahkan banyak negara maju yang warganya dipenuhi rasa ketidak-pastian dan tidak bahagia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait