PN Lubuk Pakam Batalkan SK Perubahan Anggaran Dasar PERADI
Utama

PN Lubuk Pakam Batalkan SK Perubahan Anggaran Dasar PERADI

Penggugat berharap Munas III Peradi diundur sampai ada putusan inkracht atau Munas III digelar dengan menggunakan Anggaran Dasar (AD) Peradi yang ditetapkan melalui SK bernomor KEP.504/PERADI/DPN/VIII/2015 tentang Perubahan Pertama AD Peradi. Tim Kuasa Hukum DPN Peradi menegaskan Munas III Peradi jalan terus.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit
Kantor DPN Peradi. Foto: RES
Kantor DPN Peradi. Foto: RES

Anggaran Dasar merupakan landasan penting bagi organisasi untuk menjalankan seluruh kegiatannya. Umumnya perubahan anggaran dasar dilakukan lewat pertemuan besar seperti musyawarah nasional (Munas) atau kongres. Begitu pula dengan PERADI yang diketuai Fauzie Yusuf Hasibuan, di mana perubahan anggaran dasar dilakukan melalui Munas.

Bendahara DPC PERADI Deli Serdang, Alamsyah, mengatakan hasil keputusan Munas II PERADI tanggal 12-13 Juni 2015 di Pekanbaru, Riau, antara lain memberi mandat kepada kepengurusan terpilih untuk membenahi anggaran dasar Peradi selama 6 bulan.

Kepengurusan PERADI berhasil menjalankan mandat perubahan anggaran dasar itu dengan menerbitkan surat keputusan bernomor KEP.504/PERADI/DPN/VIII/2015 tentang Perubahan Pertama Anggaran Dasar PERADI. Tapi di tengah jalan, pengurus mengubah anggaran dasar itu dengan mengeluarkan surat keputusan nomor KEP.104/PERADI/DPN/IX/2019 tertanggal 4 September 2019.

Menurut Alamsyah, perubahan anggaran dasar yang dilakukan oleh pengurus DPN PERADI melalui surat tertanggal 4 September 2019, itu tidak sesuai dengan mekanisme perubahan anggaran dasar sebagaimana disepakati dalam Munas II PERADI.

Alamsyah mengetahui perubahan anggaran dasar itu ketika menghadiri rapat kerja nasional (rakernas) PERADI pada November 2019 di Surabaya, Jawa Timur. Ketika itu, peserta yang hadir diberikan buku salah satunya tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana surat bernomor KEP.104/PERADI/DPN/IX/2019. Dalam acara tersebut Alamsyah sempat bertanya kepada pimpinan mengenai perubahan anggaran tersebut tapi tidak mendapat jawaban yang memuaskan. (Baca: Kali Pertama, Munas III Peradi Bakal Digelar Secara Virtual)

Perubahan anggaran dasar sebagaimana surat bernomor KEP.104/PERADI/DPN/IX/2019, menurut Alamsyah, intinya mengubah ketentuan mengenai masa jabatan ketua umum. Sebelumnya, masa jabatan ketua umum DPN PERADI yang sudah habis dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya dengan ketentuan tidak dapat diangkat untuk lebih dari 2 kali masa jabatan. Tapi sekarang ketua umum yang masa jabatannya berakhir, dapat dipilih kembali untuk jabatan berikutnya dengan ketentuan tidak dapat diangkat untuk lebih dari dua masa jabatan berturut-turut.

“Kami menggugat surat keputusan nomor KEP.104/PERADI/DPN/IX/2019 itu karena perubahan anggaran dasar tidak dilakukan lewat Munas, tapi rapat pleno pengurus DPN PERADI,” kata Alamsyah ketika dihubungi, Jumat ((2/10).

Alamsyah menilai pengurus DPN PERADI telah melakukan perbuatan melawan hukum karena mengubah anggaran dasar melalui rapat pleno, bukan Munas. Gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Lubuk Pakam itu teregistrasi dengan Nomor 12/Pdt.G/2020/PN Lbp. Mengacu sipp.pn-lubukpakam.go.id ada 4 pihak yang digugat yaitu DPC PERADI Deli Serdang (tergugat I), DPN PERADI (tergugat II), Fauzie Yusuf Hasibuan (tergugat III), dan Thomas E Tampubolon (tergugat IV).

Gugatan yang didaftarkan 24 Januari 2020 itu ditangani oleh Abraham Van Vollen Hoven Ginting selaku hakim Ketua dengan anggota Dini Damayanti, dan Twis Retno Ruswandari. Alhasil, perkara ini diputus 29 September 2020 dan majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan antara lain menyatakan tindakan tergugat II yang menerbitkan surat bernomor KEP.104/PERADI/DPN/IX/2019 yang ditandatangani tergugat III dan IV, secara tanpa hak dan melanggar keputusan Munas II PERADI adalah perbuatan melawan hukum (onrecht matigedaad).

Majelis juga menyatakan surat nomor KEP.104/PERADI/DPN/IX/2019 batal dan atau tidak berkekuatan hukum dengan segala akibat hukumnya; Menghukum tergugat II, III, dan IV untuk mencabut dan membatalkan surat keputusan bernomor KEP.104/PERADI/DPN/IX/2019; Menghukum tergugat II, III, dan IV membayar dwangsom sejumlah Rp500 ribu per hari terhitung sejak putusan dalam perkara ini memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewjisde), sampai tergugat II, III dan IV mencabut surat keputusan nomor KEP.104/PERADI/DPN/IX/2019.

“Menghukum turut tergugat untuk mematuhi putusan dalam perkara ini; Menolak gugatan penggugat untuk selebihnya,” begitu kutipan amar putusan dalam pokok perkara sebagaimana dikutip sipp.pn-lubukpakam.go.id.

Mengacu putusan itu, Alamsyah mengusulkan Munas III PERADI yang rencananya akan diselenggarakan secara virtual pada 7 Oktober 2020 untuk ditunda sampai ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewjisde). Tapi jika tetap digelar sebelum ada putusan berkekuatan hukum tetap anggaran dasar yang digunakan sebagai yakni sebagaimana surat keputusan bernomor KEP.504/PERADI/DPN/VIII/2015.

“Ini saya lakukan tanpa ada kepentingan untuk berpihak kepada calon ketua umum PERADI dari manapun. Saya hanya mau organisasi ini konsisten menjalankan anggaran dasar,” tegasnya.

Ketua Tim Kuasa Hukum DPN PERADI, Sapriyanto Refa, mengatakan pihaknya akan mengajukan banding terhadap putusan tersebut. Dia mengaku heran kenapa majelis hakim memutus persoalan yang seharusnya menjadi ranah internal organisasi PERADI. Kendati demikian, dia menghormati putusan tersebut.

“Putusan ini tidak mengganggu persiapan menuju Munas III, Munas jalan terus,” katanya ketika dihubungi, Sabtu (3/10).

Mengenai polemik surat keputusan PERADI yang digugat itu, Sapriyanto menjelaskan surat keputusan nomor KEP.104/PERADI/DPN/IX/2019 diterbitkan untuk membenahi kekeliruan yang ada dalam surat keputusan sebelumnya yakni KEP.504/PERADI/DPN/VIII/2015. Perubahan angaran dasar yang dilakukan melalui surat bernomor KEP.504/PERADI/DPN/VIII/2015 dinilai tidak sesuai dengan mandat Munas II PERADI.

Dalam Munas yang digelar lima tahun lalu di Pekanbaru, itu ketua umum terpilih diperintahkan untuk membentuk struktur baru dalam organisasi seperti Dewan Pakar dan Dewan Pembina. Kemudian, Ketua Umum terpilih membentuk tim yang tugasnya melaksanakan mandat Munas II tersebut.

Alhasil, tim tidak hanya mengubah struktur organisasi tapi juga mengubah ketentuan lain dalam anggaran dasar antara lain soal pencalonan ketua umum. Untuk membenahi kekeliruan itu Sapriyanto mengatakan DPN PERADI menyelenggarakan rapat pleno yang hasilnya memperbaiki kekeliruan itu dan diterbitkanlah surat keputusan nomor KEP.104/PERADI/DPN/IX/2019.

“Inti surat keputusan bernomor KEP.104/PERADI/DPN/IX/2019 itu memperbaiki surat keputusan sebelumnya,” urainya.

Sapriyanto menegaskan putusan itu tidak mengganggu persiapan menuju Munas III PERADI yang akan digelar 7 Oktober 2020. Mekanisme pemilihan calon ketua umum dalam Munas III akan dilakukan sesuai anggaran dasar. Untuk pencalonan ketua umum dilakukan mulai dari cabang yang mengusulkan calon yang diusung.

"Perubahan AD tersebut akan disahkan dalam Munas sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi dalam organisasi PERADI. Kalau Munas mengesahkan perubahan tersebut, maka AD tersebut sah dan berlaku," ujarnya.

Dalam Munas nanti setiap cabang memiliki hak suara. Setiap 15 anggota pada satu cabang akan dihitung 1 suara, dan satu cabang maksimal memiliki 25 suara. Jika ada anggota PERADI yang ingin memberi masukan untuk perubahan anggaran dasar, Sapriyanto menyebut yang bersangkutan harus ikut menjadi peserta Munas dan menyampaikan pendapatnya dalam forum tersebut.

Internal Organisasi

Komunitas advokat yang tergabung dalam Tim Advokasi Amicus menyebut putusan PN Lubuk Pakam itu mendapat sorotan dari kalangan advokat. Anggota tim advokasi, Ika Batubara, menyayangkan putusan itu karena majelis hakim tidak menggali lebih dalam apakah penggugat tersebut selaku anggota atau pengurus DPC. Menurutnya, ini masalah internal organisasi dan layaknya diselesaikan di forum seperti rapat koordinasi antara cabang dengan pusat.

Ika mengatakan putusan sebelumnya yakni antara PERADI Slipi dan PERADI pimpinan Juniver Girsang, dalam pertimbangan hukum antara lain menyatakan masalah internal harus diselesaikan dengan mekanisme seperti mahkamah advokat. “Majelis hakim seharusnya merujuk juga putusan yang pernah ada sebelumnya sehingga idealnya gugatan tidak dapat diterima atau N.O,” katanya ketika dikonfirmasi, Jumat (2/10).

Tim advokasi mengusulkan kepada PERADI untuk membentuk forum penyelesaian internal organisasi sehingga kasus serupa tidak terjadi lagi sampai pengadilan. Selain itu tim advokasi akan mengajukan Amicus Curiae ke Pengadilan Tinggi Medan bila perkara ini lanjut ke tingkat banding.

 

Tags:

Berita Terkait