Poligami Terbukti Menaikkan Angka Perceraian
Utama

Poligami Terbukti Menaikkan Angka Perceraian

Dalam sidang uji materiil UU perkawinan, pemerintah membeberkan data perceraian akibat poligami yang melonjak tiap tahun. Namun ada yang berpandangan bahwa poligami adalah ibadah sehingga ia merupakan non derogable right.

Oleh:
NNC
Bacaan 2 Menit

 

Seorang Ahli lain dari pihak Pemerintah, Huzaemah T Yanggo mengatakan, perzinahan yang terjadi sekarang ini kebanyakan justru melanda di usia pra nikah. Dia juga menukil data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tentang perbandingan jumlah laki-laki dan perempuan.

 

Menurut data dari kedua lembaga itu, jumlah laki-laki 50,2 persen dan perempuan 49,28 persen dari keseluruhan penduduk Indonesia. "Dari yang 49,2 persen itu,  didominasi oleh janda cerai dan yang ditinggal mati suami. Jadi, kalau mau poligami, sebaiknya dengan janda-janda. Jangan dengan perempuan belum menikah," ujarnya.

 

Data tersebut ia kutip untuk menepis alasan sebagian orang--termasuk pemohon, yang mengatakan jumlah perempuan lebih banyak dari lelaki, sehingga poligami membantu perempuan untuk menemukan pasangan.

 

Huzaemah menegaskan, aturan poligami dalam UU Perkawinan juga tidak melanggar HAM karena tidak menutup rapat kesempatan poligami. UU Perkawinan  tetap membuka jalan bagi poligami namun dengan syarat yang ketat. Justru jika UU Perkawinan menganut asas monogami secara saklek, seharusnya tidak ada ketentuan syarat untuk bisa berpoligami sebab pada dasarnya dilarang.

 

Dalam sidang itu, masuk Pihak Terkait yang diberi kesempatan memberi pendapat. Selain Komnas Perempuan, ikut pula lebih dari sepuluh LSM peduli perempuan.  Ketika para Pihak Terkait itu ikut nimbrung, kubu Pemohon menjadi kian tenggelam. Ratna Batara Munti dari Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (LKP3), mengatakan, hasil penelitian di LBH APIK menunjukkan poligami erat kaitannya dengan terjadinya KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga).

 

Tatkala Ahli dari Pemerintah dan Para Pihak Terkait menggiring poligami sebagai tindakan yang pada prinsipnya dilarang oleh ajaran Islam lantaran kebanyakan dalil merupakan pembatasan, Eggi tak mau kalah argumen. Ia kemudian mengatakan, Persoalan dalam uji materiil ini bukan poligami boleh atau tidak. Tapi bagaimana suatu Undang-undang membatasi seseorang untuk beribadah. Boleh tidaknya itu urusan para ulama.

 

Ibadah atau bukan?

Insa, warga yang menjadi pemohon dalam perkara ini,  tetap bersikukuh dengan berbagai dalil agama, bahwa poligami adalah ibadah. Sehingga hak untuk menjalankannya tidak  boleh dibatasi (non derogable right) sama sekali dengan kuncian pasal 28 J UUD 1945. Hak beribadah sudah dijamin oleh konstitusi. Hak itu sama sekali tidak bisa dibatasi dengan Undang-undang, ujarnya.

Tags: