Premium Langka, Hak Konsumen Dirugikan
Berita

Premium Langka, Hak Konsumen Dirugikan

Jakarta, Hukumonline. Kelangkaan premium di wilayah Jabotabek dikecam oleh yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Pasalnya, hak-hak konsumen untuk mendapatkan informasi seperti, disebutkan dalam Pasal 4 UU No.8 Tahun 1999, telah diabaikan.

Oleh:
Inay/APr
Bacaan 2 Menit
Premium Langka, Hak Konsumen Dirugikan
Hukumonline
Awal pekan ini para pengendara mobil sedang kesal. Pengendara mobil pribadi dan sopir angkutan merasa kesal karena harus antre lama untuk mendapatkan premium. Deretan panjang mobil dan motor harus sabar menanti.

Satu dari ribuan pengendara mobil yang kesal dengan kondisi ini adalah Indah Suksmaningsih. Saya sudah antre lama, tapi pembelian bensin dibatasi maksimal 20 liter, cetus Ketua Harian YLKI. Dalam hari-hari ini, YLKI sibuk menerima pengaduan dari masyarakat.

Di mata Indah, kelangkaan premium di Jakarta tidak wajar. Namun yang paling disayangkan, tidak ada informasi yang jelas, mengenai penyebab kelangkaan premium ini.

Menurut Indah, masyarakat sebagai konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang benar. Jika masyarakat marah karena tidak mendapatkan informasi yang jelas, tentu akan repot jadinya, ujarnya.

Informasi tidak jelas

Agus Pambagio, kolega Indah di YLKI, juga sependapat dengan Indah. Ia menyatakan, kelangkaan pasokan premium jelas merugikan kepentingan konsumen. Masyarakat berhak menentut pemerintah karena tidak ada informasi atai informasi yang tida jelas, ujar Agus, Wakil Ketua Harian YLKI.

Jika konsumen tidak mendapatkan informasi yang benar, jelas melanggar UU No.8 Tahun 1999 Pasal 4 soal hak konsumen. Oleh karena itu pemerintah harus bertanggung jawab, bagaimanapun caranya, kata Agus.

Sayang, sampai hari ini pemerintah belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai penyebab kelangakaan premium dan rencana jangka panjang untuk mengatasinya. Hari ini seharusnya pemerintah memberi pernyataan resmi di TV mengenai penyebab kelangkaan dan rencana mengatasinya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, ujar Agus.

Sesuai Pasal 4 c UU No.8 Tahun 1999 dinyatakan, hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Selanjutnya dalam Pasal 4g disebutkan hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

Masyarakat memang bingung karena pemerintah memberikan informasi yang membingungkan.. Bahkan, pernyataan pejabat itu cenderung saling menyalahkan. Mana yang bisa dipercaya dan bisa diikuti?

Silang pendapat

Direktur Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri (PPDN) Pertamina Harry Purnomo, menyatakan, stok premium untuk wilayah Jabotabek diperkirakan hanya bertahan untuk dua setengah hari. Namun, Harry menjanjikan kelangkaan akan teratasi karena ada tambahan pasokan impor.

Namun, Menteri Pertambangan dan Energi Susilo Bambang Yudhoyono malah kecewa dengan pernyataan pejabat Pertamina. Pasalnya, saat melakukan inspeksi mendadak alias ‘sidak' pada empat pompa bensin, tiga di antaranya belum mendapat jataah premium. Mestinya Pertamina bisa merespons situasi dengan cepat dan tepat, kata Susilo yang juga sempat terjebak dalam antrean mobil yang akan membeli BBM.

Masyarakat menjadi bingung karena kelangkaan premium itu akibat distribusi atau faktor politis. Apalagi banyak informasi lain yang menyebabkan kelangkaan premium, seperti HOMC Kuwait yang terbakar, kilang minyak Balongan rusak. Dengan mengimpor minyak, masyarakat juga bertanya mengapa Indonesia sampai mengimpor dan dari mana duitnya?

Jika kilang rusak, masyarakat bertanya-tanya mengapa tidak diantisipasi sebelumnya. Lalu jika mengimpor minyak dari negara tetangga, mengapa tidak direncanakan jauh-jauh hari? Masyarakat tentu dapat menerima alasan pemerintah kalau diberikan informasi dengan jelas, kata Indah.

Agus sudah memprediksi akan terjadi kelangkaan premium. Hal ini dapat dilihat dari kenyataan : Pertamina hanya menjual minyak, tetapi tidak mempunyai perencanan; korupsi di Pertamina; dan kilang-kilang yang sudah tua. Sementara cadangan minyak merosot, jumlah kendaraan terus bertambah karena tidak ada transportasi publik yang memadai.

Perlindungan Konsumen

Di sisi lain, ketidakberdayaan konsumen mengingatkan belum efektifnya UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Masyarakat banyak yang belum tahu atau mungkin belum merasakan dampaknya. Padahal UU ini sudah berlaku sejak 20 April 2000.

UUPK disahkan pada 20 April 1999 oleh Presiden Habibie. Melalui UUPK, pemerintah akan mengupayakan peningkatan kesadaran, pengetahuan, kepedulian dan kemandirian konsumen, menentukan serta menuntut hak-haknya.

UUPK juga melindungi sembilan hak konsumen: hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang, hak untuk memilih dan mendapatkan barang, hak atas informasi yang benar dan jelas, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya.

Jika keluhannya tidak didengar, tentu konsumen kecewa. Konsumen mungkin akan berteriak: Wahai para pejabat, berilah informasi yang benar dan dengarkan keluhan kami!
Tags: