Profesi Lawyer di Era Revolusi Industri 4.0
Hukumonline's NeXGen Lawyers 2023

Profesi Lawyer di Era Revolusi Industri 4.0

Pada akhirnya, Maria berpendapat bahwa teknologi-teknologi yang sangat maju tersebut hanyalah mesin buatan, yang tidak mungkin disamakan dengan otak manusia dengan kemampuan analisisnya. Selain itu, hati nurani juga manusia tidak dapat digantikan dengan kode maupun algoritma-algoritma dalam teknologi tersebut.

Tim Hukumonline
Bacaan 4 Menit
Foto: Maria Yudhitama Eka Dewi, SSEK Law Firm
Foto: Maria Yudhitama Eka Dewi, SSEK Law Firm

Pada zaman Revolusi Industri 4.0 ini, teknologi sudah bukan lagi merupakan pilihan, melainkan kebutuhan di setiap aspek kehidupan manusia, tak terkecuali di  bidang hukum. Maria Yudhitama Eka Dewi mengenang awal kariernya sebagai lawyer, yaitu saat pelaksanaan due diligence atau uji tuntas harus dilakukan secara fisik di kantor perusahaan.

“Kami harus bersempit-sempitan di ruangan meeting perusahaan dengan dikelilingi oleh banyak dokumen asli, yang kadang sudah dipenuhi dengan debu, meringkas dokumen, menganalisis data, sambil berkejaran dengan  deadline.

Namun saat ini, pelaksanaan uji tuntas sudah sangat lebih nyaman dengan teknologi  Virtual Data Room (VDR). Dengan begitu, Maria sebagai leader dan tim yang dipimpinnya dapat dengan nyaman melakukan penelaahan dokumen di meja kerja masing-masing. 

Begitupun dengan pengecekan perkara hukum di pengadilan yang biasanya dilakukan  sebagai bagian dari pelaksanaan uji tuntas. Dahulu, pengecekan harus dilakukan secara fisik ke  masing-masing pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi yurisdiksi lokasi usaha perusahaan  yang sedang diperiksa, dan kerap kali harus dilakukan di kota lain bahkan ke pulau lain.

Maria  mengingat dirinya pernah diminta ke Palembang, Sumatra Selatan, untuk  melakukan pemeriksaan perkara pengadilan. Saat ini, informasi tersebut hanya sejauh ujung jari melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), yang dapat diakses dalam  hitungan detik. 

Perkembangan teknologi di dunia juga terkalibrasi dengan masif karena terjadinya pandemi Covid-19. Kondisi ini mengharuskan manusiaberadaptasi menggunakan cara-cara baru dalam  menjalankan berbagai aktivitas. Pada awal mula pandemi Covid-19, Maria sedang melanjutkan  pendidikan S2-nya di Kings College London, dengan didanai oleh program scholarship kantornya, SSEK.

Maria merasakan bahwa hidup sebagai perantauan di negeri orang sudah sangat  menantang, apalagi ditambah dengan pandemi Covid-19 yang membuat orang-orang harus membatasi aktivitasnya. Beruntunglah saat tersebut sudah banyak teknologi yang memudahkan aktivitas untuk dilakukan secara jarak jauh.  

Tags: