Putusan Wadah Organisasi Advokat, Begini Pandangan Peradi dan KAI
Utama

Putusan Wadah Organisasi Advokat, Begini Pandangan Peradi dan KAI

Peradi menganggap putusan MK No. 35/PUU-XVI/2018 meneguhkan Peradi sebagai satu-satunya wadah organisasi advokat (single bar) dengan 8 kewenangan sesuai UU Advokat. DPP KAI mengajak DPN PERADI untuk duduk bersama-sama merumuskan RUU Advokat dan Kode Etik Advokat Indonesia yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Menurutnya, putusan MK itu telah menegaskan organisasi advokat lain (di luar Peradi) dapat dibentuk karena kebebasan berorganisasi yang dijamin UUD Tahun 1945. Akan tetapi, bukan berarti mereka memiliki 8 kewenangan dalam UU Advokat. “8 Kewenangan tersebut kewenangan sepenuhnya Peradi,” ujarnya.  

 

Lalu muncul pertanyaan ini Peradi yang mana? Thomas menjawab bahwa 8 kewenangan itu merupakan kewenangan Peradi pimpinan Fauzie Yusuf Hasibuan yang berkantor di Grand Slipi Tower Jakarta. Sebab, permohonan ini diajukan oleh para advokat yang tergabung dalam Peradi kubu Fauzie sekaligus Pihak Terkait dalam permohonan ini.

 

Momentum RUU Advokat

Menanggapi putusan ini, Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Tjoetjoe Sandjaja Hernanto menegaskan sebagai salah satu Pihak Terkait dalam perkara pengujian UU Advokat ini, sejak dulu KAI telah mendorong pentingnya segera merevisi Undang-Undang Advokat (RUU Advokat). Apalagi, dalam perkara ini, Pemerintah telah menyampaikan pandangannya terkait rancang bangun politik hukum terhadap RUU Advokat.  

 

“Putusan ini momentum perubahan UU Advokat,” kata Tjoetjoe dalam keterangannya, Sabtu (30/11/2019).      

 

Dia mengutip penggalan keterangan pemerintah dalam Putusan MK No. 35/PUU-XVI/2018 (hlm 90-92) yang menyebutkan, “Dalam perjalanan kurang lebih 15 tahun keberadaan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat ternyata dalam implementasinya telah menimbulkan ketidakpuasan atau ketidaksetujuan berbagai pihak terutama beberapa organisasi advokat selain Peradi terbukti bahwa UU Advokat telah diuji ke MK sebanyak 22 kali. Karena itu, Pemerintah memohon kepada MK agar dalam putusannya memerintahkan kepada pembentuk UU agar segera membahas kembali RUU Advokat yang telah dibahas pada masa lalu.”

 

Demikian pula pendapat Pihak Terkait Mahkamah Agung (MA) yang menyebutkan, “Sejak UU No. 18 Tahun 2003 disahkan hingga sekarang, regulasi tentang Advokat ini telah 19 kali diuji di MK. Hal ini tentu bisa ditinjau dari 2 sisi. Satu: Bahwa adanya semangat perbaikan terus menerus terhadap kualitas penegakan hukum secara konstitusional. Dua: Hanya libido kekuasaan semata untuk meraih eksistensi diri maupun keuntungan pribadi melalui organisasi profesi. Kalau tujuan pertama yang hendak disasar oleh para Pemohon uji materi UU Advokat ini, tentu kita semua, bangsa Indonesia harus mendukungnya, tetapi kalau kemudian hanya demi meraih kekuasaan dan melanggengkan konflik kepentingan, maka tidak salah kalau kita diingatkan oleh peribahasa lama: Buruk rupa, Mahkamah dibelah!”

 

“Perlu dicatat dalam putusan ini, MA dalam persidangan menyatakan tidak ingin lagi terseret pada konflik (berkepanjangan, red) serta tidak dalam posisi mengakui atau tidak mengakui kedua organisasi (PERADI dan KAI) yang bertikai.”  

Tags:

Berita Terkait