Ratifikasi Traktat Beijing, Indonesia Menunjukan Komitmennya untuk Pelindungan HAKI
Corporate Law Firm Ranking 2020

Ratifikasi Traktat Beijing, Indonesia Menunjukan Komitmennya untuk Pelindungan HAKI

Langkah ratifikasi Traktat Beijing mengenai Pertunjukan Audiovisual membuktikan komitmen pemerintah dalam melindungi kekayaan intelektual para pelaku pertunjukan audiovisual di Indonesia.

CT-CAT
Bacaan 2 Menit

 

Menilai Dampak Traktat bagi Para Pelaku Pertunjukan

Hukumonline.com

Meskipun hak-hak ekonomi dan moral bagi para pelaku audiovisual sudah tercakup dalam Undang-Undang Hak Cipta Indonesia (UU No. 28 Tahun 2014), tampaknya niat pemerintah dalam meratifikasi perjanjian ini adalah untuk memastikan bahwa para pelaku audiovisual dapat menikmati hak yang sama secara hukum dengan para pelaku pertunjukan lagu/musik. Terlebih, karena perjanjian ini juga berisi ketentuan tentang royalti atau renumerasi dari pemain audiovisual, setelah hak-hak mereka ditransfer atau dialihkan ke produser, seperti:

 

Pasal 12 ayat (3) tentang Pengalihan Hak

"Terpisah dari pengalihan hak eksklusif seperti dijelaskan di atas, undang-undang nasional atau perjanjian individu, kolektif, atau lainnya dapat memberikan hak bagi pelaku untuk menerima royalti atau imbalan yang setara atas penggunaan pertunjukannya, seperti diatur dalam traktat ini termasuk berkenaan dengan pasal 10 dan 11."

 

Kini, Undang-Undang Hak Cipta mengatur bahwa hak ekonomi pelaku pertunjukan atas suatu lagu dan/atau musik yang telah ditetapkan atau dialihkan berdasarkan perjanjian pembelian langsung atau penugasan abadi akan dikembalikan kepada pelaku pertunjukan tersebut ketika pengaturan yang relevan telah mencapai 25 tahun. “Dalam pandangan kami, ketentuan yang disebutkan di atas dalam perjanjian akan menciptakan kedudukan yang sama bagi pemain audiovisual dengan pemain lagu dan/atau musik di bawah hukum,” tutur AHP.

 

Adapun dalam perjanjian ini, warga negara dari pihak yang terikat kontrak adalah penerima manfaat dari pelindungan yang diberikan. Setiap pihak yang terikat kontrak harus memberikan perlakuan yang sama kepada warga negara dari pihak yang mengikat lainnya; seperti yang diberikan kepada warga negaranya sendiri sehubungan dengan hak eksklusif yang diberikan dalam perjanjian dan hak renumerasi yang adil.

 

Setidaknya, ada dua hak moral yang diberikan oleh perjanjian ini kepada pelaku pertunjukan audiovisual, seperti (1) hak seseorang/pihak untuk melakukan klaim untuk dikenali sebagai pelaku dari pertunjukannya, kecuali penghilangan tersebut memang bagian dari bagaimana pertunjukan tersebut dipentaskan dan (2) hak untuk mengajukan keberatan atas distorsi, mutilasi, atau bentuk modifikasi lain dari pertunjukan yang akan merugikan reputasinya dengan mempertimbangkan fiksasi audiovisual. Selain itu, perjanjian ini memberikan enam jenis hak ekonomi bagi para pelaku pertunjukan, seperti (1) hak untuk pertunjukan yang tidak diwujudkan, (2) hak reproduksi, (3) hak distribusi, (4) hak penyewaan, (5) hak untuk penyediaan pertunjukan yang difiksasi, serta (6) hak penyiaran dan pengomunikasian ke publik.

 

Selain itu, traktat juga berisi ketentuan tentang informasi manajemen hak. Ini adalah informasi yang mengidentifikasi pelaku pertunjukan, pertunjukannya, pemilik hak apa pun dalam pertunjukan, syarat dan ketentuan dalam penggunaan pertunjukan, dan setiap angka atau kode yang terkait dengan informasi elektronik yang dilampirkan pada pertunjukan yang diperbaiki dalam fiksasi audiovisual. Hal inilah yang tidak ada dalam UU Hak Cipta, kecuali untuk pencipta hak cipta.

 

“Dengan meratifikasi perjanjian, Indonesia dapat mengadopsi informasi manajemen hak untuk pelaku pertunjukan audiovisual. Jadi, setiap pelaku pertunjukan dapat memiliki upaya hukum yang memadai dan efektif terhadap siapa pun yang menghapus atau mengubah informasi manajemen hak mereka,” AHP menjelaskan.  

Tags:

Berita Terkait