Reformasi Burgerlijke Stands, Menyambut RUU Administrasi Kependudukan
Fokus

Reformasi Burgerlijke Stands, Menyambut RUU Administrasi Kependudukan

Kewenangan Kantor Catatan Sipil yang telah berusia lebih dari 150 masih terus saja diotak-atik. Terakhir Pemerintah merencanakan revisi peraturan catatan sipil lewat Rancangan UU Administrasi dan Kependudukan.

M-3/Tif/Rzk/CRI
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Konsorsium Catatan Sipil, penyelenggaraan catatan sipil erat kaitannya dengan penegakan HAM. Persoalan HAM selalu muncul sehubungan dengan jaminan negara kepada warganya. Turunan dari HAM setiap warga negara Indonesia salah satunya adalah hak keperdataan, bahwa manusia berhak untuk diakui sebagai manusia secara seutuhnya, sejak lahir sampai mati.

 

Semua peristiwa keperdataan ini merupakan wilayah kewenangan catatan sipil untuk dicatat sehingga hak dan kewajiban yang mengikuti peristiwa-peristiwa hukum itu juga dapat diketahui oleh negara. Dalam naskah akademis RUU Catatan Sipil, Konsorsium menyesalkan kesimpangsiuran pengawasan atas lembaga catatan sipil.

 

Sebelum 1983, KCS sepenuhnya berada di bawah Departemen Kehakiman. Setelah itu, pengawasan teknisnya diserahkan ke Departemen Dalam Negeri, sementara pengawasan yuridisnya tetap di Departemen Kehakiman. Munculnya otonomi daerah juga merugikan pelaksanaan catatan sipil. Di daerah, KCS seringkali disatukan dengan instansi pendaftaran penduduk, keluarga berencana, transmigrasi, atau pun ketenagakerjaan.

 

RUU Catatan Sipil

Mewadahi beberapa lembaga, Konsorsium Catatan Sipil menyusun RUU Catatan Sipil yang tersendiri, lepas dari masalah kependudukan. Dalam naskah akademis tersebut, Konsorsium menekankan catatan sipil tidak boleh menolak mencatatkan. Karena pencatatan sipil merupakan hak semua warga negara dan kewajiban negara untuk memberikan akta untuk setiap peristiwa penting yang menyangkut kehidupan warga negara.

 

Dengan ini, konsorsium yang diketuai Lies Sugondo ini ingin mencegah cara pandang negatif yang muncul di masyarakat, bahwa seolah-olah negara tidak menjamin hak-hak warga negara yang tidak taat hukum. Salah satunya dengan merubah paradigma catatan sipil sebagai penjaga garis depan UU No. 1 Tahun 1974 dan Departemen Agama. Catatan sipil seharusnya bersifat nasional dan tidak membeda-bedakan agama atau kepercayaan.

 

Sayangnya, ide RUU Catatan Sipil ini belakangan digabungkan ke dalam RUU Administrasi Kependudukan (RUU Adminduk) yang saat ini sedang digodok di Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut Tumbu Saraswati, anggota Komisi II DPR, RUU Adminduk juga akan membahas masalah perkawinan dan perceraian, terutama di kalangan mereka yang bukan beragama Islam. RUU Adminduk hampir selesai di tim perumus, kata politisi PDIP itu kepada hukumonline.

 

Lies Sugondo menyatakan penyesalan atas digabungnya RUU Catatan Sipil ke dalam RUU Adminduk. Saya melihat RUU Adminduk itu kacau balau. RUU Catatan Sipil yang kita buat dari Konsorsium Catatan Sipil yang ada di bawah koordinasi Komnas HAM itu dijiplak, dipindahkan plek ke RUU Adminduk, sehinggga RUU Adminduknya tidak cocok, kritiknya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: