Rekomendasi IJRF mengenai Advokat Layak Dijalankan
Berita

Rekomendasi IJRF mengenai Advokat Layak Dijalankan

Pemerintah bisa memberikan insentif agar advokat mau menjalankan berprofesi di daerah.

Oleh:
Fitri N. Heriani
Bacaan 2 Menit
Luhut MP Pangaribuan (ketiga dari kiri) dalam acara IJRF di Jakarta, medio Januari lalu. Foto: RES
Luhut MP Pangaribuan (ketiga dari kiri) dalam acara IJRF di Jakarta, medio Januari lalu. Foto: RES

Pemenuhan hak atas bantuan hukum bagi seluruh rakyat belum merata. Salah satu penyebabnya adalah persebaran advokat dan organisasi bantuan hukum yang tidak merata. Advokat banyak menumpuk di daerah perkotaan. Di daerah-daerah pelosok dan pulau terluar masih kurang advokat yang menjalankan profesi. Alhasil hak warga negara di wilayah itu kurang terpenuhi.

 

Berkaitan dengan kondisi demikian, Indonesian Judicial Reform Forum (IJRF) --sebuah forum pertemuan lintas profesi hukum yang digelar medio Januari lalu-- telah merekomendasikan agar Pemerintah dan organisasi advokat memastikan hak atas bantuan hukum warga pelosok dan pulau terluar Indonesia terpenuhi dengan baik. Pasal 3 UU No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum memuat tujuan hakiki penyelenggaraan bantuan hukum, antara lain menjamin kepastian penyelenggaraan bantuan hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia.

 

“Pemerintah dan organisasi advokat perlu memastikan tersedianya advokat di wilayah pelosok atau pulau terluar Indonesia untuk pemenuhan hak bantuan hukum bagi masyarakat,” demikian salah satu poin rekomendasi IJRF pada bagian Aspek Proses Peradilan yang Adil. Organisasi advokat dan pemerintah juga perlu menyusun indikator organisasi bantuan hukum yang tidak hanya fokus pada ukuran administratif, tetapi juga pengalaman, regulasi, kuantitas dan kualitas bantuan hukum yang pernah dilakukan.

 

Advokat senior yang juga salah satu Ketua Umum dari tiga organisasi advokat bernama Peradi, Luhut MP Pangaribuan juga melihat masalah yang sama. “Advokat mayoritas masih ada di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Makassar, kota-kota besar,” kata Luhut kepada hukumonline melalui sambungan telepon, Senin (21/5).

 

(Baca juga: Pemberi Bantuan Hukum Bukan Monopoli Advokat)

 

Menurut Luhut, keberadaan advokat selalu diikuti oleh kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi dianggap bisa menjadi barometer kemampuan masyarakat untuk membayar jasa advokat. Namun ia menolak jika advokat selalu diidentikkan dengan bayaran yang mahal. Advokat memberikan jasa hukum kepada pihak-pihak yang membayar jasa secara mandiri. Artinya, kegiatan ekonomi turut menunjang profesi advokat untuk berkembang.

 

Advokat membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keperluan anggota keluarganya. Oleh karena kegiatan ekonomi ada di kota, maka advokat cenderung menumpuk di perkotaan. “Semakin tinggi kegiatan ekonomi di suatu kota semakin besar pula jumlah advokat yang ada di sana,” tambah Luhut.

 

Keberadaan advokat di kota-kota besar, disebut Luhut sebagai sebuah hukum alam. Tetapi, pada akhirnya hukum alam ini yang melahirkan ketidakadilan bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan. Pada situasi ini, lanjutnya, negara hadir untuk memberikan keadilan bagi seluruh rakyat.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait