RUU Ormas di Mata Organisasi Keagamaan
Berita

RUU Ormas di Mata Organisasi Keagamaan

Seolah mengembalikan pemerintahan era Orde Baru yang otoriter.

RFQ
Bacaan 2 Menit
RUU Ormas di Mata Organisasi Keagamaan
Hukumonline

Perdebatan perlu tidaknya RUU Organisasi Kemasyarakatan masih terus berlangsung meskipun pengesahannya masih tertunda. Penolakan antara lain datang dari pengurus organisasi keagamaan. Pengurus organisasi keagamaan memberikan pendapat resmi di depan rapat konsultasi dengan DPR, Rabu (26/6) lalu.

“RUU Ormas tidak diperlukan, tidak ada urgensi dan relevansi,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin.

Pandangan dan sikap Muhamadiyah mengikuti perkembangan pembahasan RUU Ormas di Pansus. Menurut Din, Muhamadiyah menentukan sikap terhadap RUU Ormas pada tiga hal, yakni pengawalan reformasi Indonesia, konsolidasi demokrasi, dan penegakan konstitusionalisme. Din berpendapat, masih terdapat sejumlah pasal dalam RUU Ormas yang tidak memberikan kebebasan.

Kebebasan berserikat, berkumpul, dan berpendapat dijamin konstitusi. Dalam era kekinian, kata Din, hubungan negara dan masyarakat bersifat kemitraan strategis. Karena itulah dengan adanya RUU Ormas dinilai akan membatasi kemitraan.Din berpendapat UU ormas sebaiknya ditiadakan. Jadi, langkah yang diambil bukan revisi UU No. 8 Tahun 1985, tetapi justru mencabut atau menghapusnya.

Sekretaris Eksekutif Kongres Wali Gereja Indonesia (KWI), Romo Benny Susetyo, berpendapat RUU Ormas tak mengalami perubahan berarti. Padahal banyak kelompok masyarakat sipil sudah memberikan masukan. Kalaupun ada perubahan, kata dia, ‘hanya tambal sulam’. KWI mengambil sikap menolak RUU Ormas karena seharusnya organisasi kemasyarakatan itu adalah partner negara. ‘Bukan underbouw,’ tandasnya.

Senada dengan Din dan Romo Benny, Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Jeirry Sumampow menegaskan RUU Ormas akan mengembalikan pemerintahan era Orde Baru, kembali menjadi otoriter. Menurutnya, seolah Ormas seperti halnya Parpol. Padahal PGI misalnya, kata Jerry merupakan perkumpulan dari 88 gereja di Jakarta.

Dikatakan Jeirry, terdapat kekeliruan dalam RUU Ormas. Pertama, cara pandang yang digunakan dalam RUU Ormas adalah melakukan kontrol. Akibatnya, pemerintah mendapat pembenaran untuk melakukan kontor gerak Ormas. Dengan kata lain, pemerintah mengekang kebebasan dan menghalangi Ormas untuk melakukan kontrol dan kritik terhadap kebijakan pemerintah. “Ini menjadi basis menuju pemerintahan otoriter,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait