Saksi Benarkan Mogok Pemotongan Sapi
Berita

Saksi Benarkan Mogok Pemotongan Sapi

Selain alasan solidaritas, juga harga sapi yang melejit tinggi.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Sapi di sebuah peternakan. KPPU sedang menangani perkara dugaan kartel harga sapi. Foto: MYS
Sapi di sebuah peternakan. KPPU sedang menangani perkara dugaan kartel harga sapi. Foto: MYS
Sidang dugaan kartel daging sapi kembali digelar oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) hari ini, Kamis (12/11) dengan agenda sidang mendengarkan keterangan saksi. Saksi yang dihadirkan adalah Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Dinas Pertanian Kota Bogor, Arief Mukti Wibowo.

Berdasarkan keterangan Arief dalam persidangan KPPU, peristiwa mogok memang terjadi pada saat harga daging sapi melejit tinggi pada Agustus lalu. Namun ia membantah mogok berawal dari RPH. RPH Kota Bogor justru tetap menerima pemotongan sapi seperti biasa, namun tidak mendapat perintah dari ‘Bos Sapi’.

“Memang ada mogok, tapi RPH kami tetap bekerja seperti biasa. Namun tidak ada perintah dari Bos Sapi untuk memotong,” kata Arief kepada hukumonline, Kamis (12/11).

Menurut Arief, pada dasarnya RPH tidak memiliki wewenang untuk menghentikan pemotongan sapi. Tupoksi RPH yang utama adalah melayani masyarakat dalam memotong hewan. RPH juga berfungsi untuk menyaring penyakit yang memungkinkan bisa menular ke manusia.

Dalam prosesnya, ada sejumlah pihak yang terkait dengan penentuan harga daging sapi. Feedloter adalah pihak yang mengimpor sapi ke Indonesia. Sapi kemudian dijual kepada Bos Sapi, dan Bos Sapi menggunakan jasa RPH untuk memotong sapi. Setelah dipotong, Bos Sapi menjual kepada Bos Daging. Bos Daging menjual kepada penjual akhir di pasar untuk dibeli oleh konsumen.

Saat mogok terjadi, Arief mengakui Bos Sapi tidak memberi perintah sehingga tidak ada sapi yang akan dipotong di RPH. Ada dua alasan yang menyebabkan adanya mogok pemotongan daging sapi di RPH. Pertama alasan solidaritas. Kedua, karena harga sapi yang melejit tinggi, pemotongan sapi dihentikan.

Setelah empat hari mogok, harga sapi kembali normal. Solidaritas membuat mogok mendapat dukungan. “Kalau mereka tidak ikut nantinya mereka ada sanksi secara moral dari temen. Harganya mereka sulit. Harganya dipasar sampe 150 sehingga kalau mereka potong rugi sekali karena tidak sesuai dengan belanja sapi dan jualnya mereka rugi,” jelas Arief dalam persidangan.

Anehnya, ketika harga daging sapi melejit Bos Sapi justru menghentikan pemotongan sapi. Padahal, kondisi tersebut jelas menguntungkan RPH. Atas peristiwa tersebut Arief kemudian menjelaskan keuntungan tidak selalu berkorelasi dengan naiknya harga sapi di lapangan.

Selain itu, Arief menegaskan bahwa tak ada konspirasi untuk menghambat sapi masuk ke RPH. RPH tetap menerima sapi lokal. Sejauh ini, hampir 100 persen sapi yang masuk adalah sapi impor. “Semua bebas masuk (RPH) tanpa ada konspirasi, sapi lokal boleh masuk tanpa ada konspirasi. Feedloter tidak boleh menghambat sapi lokal masuk,” imbuhnya.

Ketua Majelis Hakim KPPU, Kamser Lumbanradja, menjelaskan persidangan masih dalam tahap pemeriksaan awal, yakni pemeriksaan saksi yang diajukan investigator. Kesaksian yang diberikan merupakan info berharga pada saat masa itu. Kemudian akan disandingkan dengan keterangan ahli.

“Yang berharga memang benar mogok itu ada antara lain tidak disuruh memotong. Artinya saat itu memang ada mogok. Bahwa sesuai dengan Bos Sapi kenapa mogok ada dua hal yakni memang jatah sapi turun dan harga naik,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait