Sejarah dan Tiga Bentuk Organisasi Advokat
Utama

Sejarah dan Tiga Bentuk Organisasi Advokat

Ada tiga bentuk organisasi advokat yang dikenal di dunia yakni single bar, multi bar, dan federasi.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Suasana PKPA Online Class Kerja Sama Hukumonline dengan DPN Peradi dan FH Universitas Yarsi periode Juni 2021. Foto: RES
Suasana PKPA Online Class Kerja Sama Hukumonline dengan DPN Peradi dan FH Universitas Yarsi periode Juni 2021. Foto: RES

PKPA Hukumonline class online yang bekerja sama dengan DPN Peradi dan Universitas Yarsi berakhir yang dimulai sejak 2 Juni 2021, ditutup hari ini Senin (28/6/2021). PKPA hari terakhir ini dengan materi Fungsi dan Peran Organisasi Advokat yang disampaikan Wakil Ketua DPN Peradi Bidang PKPA, Sertifikasi Advokat dan Kerja Sama Perguruan Tinggi, Shalih Mangara Sitompul.

Shalih Mangara Sitompul menceritakan organisasi advokat di Indonesia terbentuk pertama kali pada 30 Agustus 1964 yang ditandai dengaan berdirinya Persatuan Advokat Indonesia (Peradin). Pada kongres yang digelar tahun 1977 terjadi perdebatan akibat perbedaan yang tajam antar anggota Peradin. Ujungnya, kelompok yang tidak setuju keluar dari Peradin dan mendirikan organisasi advokat bernama Himpunan Penasehat Hukum Indonesia (HIPHI). Organisasi ini dibangun akibat adanya dikotomi antara pengacara praktik dan advokat.

Sejak kongres tahun 1977 itu, Shalih menyebutkan Peradin seolah hilang ditelan bumi. Padahal, organisasi ini tidak bubar atau dibubarkan. Akibatnya, periode 1977-1985 tidak ada organisasi advokat yang tergolong aktif di Indonesia. Pada era orde baru ini, ada kebijakan advokat diangkat oleh Menteri Kehakiman dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK).

Mekanisme pengangkatan advokat oleh pemerintah ini menjadi perhatian kalangan advokat, dan muncul pertanyaan, antara lain bagaimana jika pencari keadilan yang didampingi advokat berhadapan dengan pemerintah? Sebab, pada masa itu Menteri Kehakiman berwenang memecat advokat.

Sekitar tahun 1985, muncul organisasi advokat baru bernama Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) yang digagas Ali Said dan Ismael Saleh. Sejumlah tokoh Peradin masuk ke Ikadin dan digelar Musyawarah Nasional (Munas) pertama tahun 1990. Pada Munas kedua tahun 1995 muncul perdebatan dalam forum yang berujung pecahnya Ikadin. Sebagian anggota Ikadin keluar dan membentuk Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).

“Pada era orde baru tidak ada kewajiban bagi advokat untuk menjadi anggota organisasi advokat,” kata Shalih menerangkan. (Baca Juga: Ada Materi Tambahan Cyber Law Hingga Kewajiban Probono bagi Advokat)  

Dia menjelaskan pada masa orde baru sebelum menjadi advokat terlebih dulu harus menjadi pengacara praktik. Shalih mengaku sempat menjadi pengacara praktik selama 4 tahun. Wilayah kerja pengacara praktik sangat terbatas yakni hanya di wilayah pengadilan tinggi dimana pengacara tersebut diambil sumpahnya. Pengacara praktik yang dinyatakan lulus ujian mendapatkan tanda pengenal pengacara praktik dan SK dari Pengadilan Tinggi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait