Sejumlah RUU Prolegnas 2013 Jadi Perhatian Publik
Review 2013:

Sejumlah RUU Prolegnas 2013 Jadi Perhatian Publik

Gedung DPR kerap menjadi sasaran aksi pengunjuk rasa dalam menyampaikan aspirasi terkait RUU.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Sejumlah RUU Prolegnas 2013 Jadi Perhatian Publik
Hukumonline
Sepanjang tahun 2013, DPR kerap menjadi perhatian publik. Masyarakat acapkali menyoroti lembaga yang satu ini dalam melakukan pembahasan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU). Tak hanya menghadiri ruang rapat komisi, masyarakat kerap mengepung Gedung DPR dengan melakukan unjuk rasa.

Aksi unjuk rasa tersebut buntut dari penolakan masyarakat terhadap pembahasan sejumlah RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2013. Soalnya, sejumlah RUU dianggap mengebiri kebebasan berserikat dan berpendapat. Semisal, RUU Organisasi Masyarakat (Ormas).

Dalam pembahasannya, RUU Ormas menuai perdebatan panjang. Tidak hanya di kalangan anggota Pansus, tapi di kalangan Ormas yang menolak keberadaan RUU tersebut. Bahkan, komunitas masyarakat sipil menolaknya. Mereka menilai RUU Ormas menabrak partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi, sebagaimana diatur dalam UU Pemberantasan Tipikor dan UU Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN.

Hifdzil Alim, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) berpendapat, RUU Ormas memuat  materi yang tidak memenuhi kaidah politik dan hukum. Bahkan, sebagian aturan dipandang digunakan untuk ‘membunuh’ Ormas, termasuk LSM Anti Korupsi. Kekhawatiran LSM Anti Korupsi boleh jadi berdasar.

Bahkan, aktivis yang menyurakan anti korupsi bukan tidak mungkin dapat dipidana. “Kalau sudah begitu, ke depanmedia akan sulit memuat dan menyuarakan anti korupsi. RUU Ormas ini menyetop obat penyakit yang sangat akut,” katanya.

Organisasi Keagamaan Muhamadiyah pun memiliki kekhawatiran yang sama.  Pimpinan Muhamadiyah Din Syamsuddin berpandangan, sejumlah pasal tidak memberikan kebebasan kepada masyarakat.

Pandangan senada muncul dari Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Jeirry Sumampow. Ia khawatir UU Ormas akan mengembalikan Indonesia ke era orde baru, yakni menjadi otoriter. Soalnya, cara pandang yang digunakan dalam RUU Ormas melakukan kontrol terhadap gerakan masyarakat.

Meski menuai penolakan, toh RUU Ormas disetujui menjadi UU dalam sidang paripurna. Dalam proses persetujuan RUU Ormas menjadi UU, terjadi perdebatan yang panjang. Alhasil, dua kali sidang paripurna mengalami penundaan pengesahan RUU ini. Sejumlah fraksi terbelah suara antara menerima dan menolak. Hingga akhirnya pada Selasa (2/7), RUU Ormas disahkan menjadi UU melalui mekanisme voting.

RUU Desa menjadi perhatian yang sama dari publik. Soalnya, ribuan kalangan perangkat desa dari berbagai daerah melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DP di penghujung tahun 2012. Mengenakan seragam kebesaran berwarna coklat,  massa pengunjuk rasa menyuarakan aspirasinya agar segera mengesahkan RUU Desa. Seiring berjalan waktu pembahasan, RUU Desa disetujui menjadi UU di penghujung 2013, tepatnya pada Rabu (18/12).

Kepala Desa (Kades) di daerah boleh tersenyum. Kades bakal menerima gaji tetap sejak diberlakukannya UU ini. Dalam RUU Desa, sejumlah pasal mengangkat kemajuan desa. Selain kesejahteraan perangkat desa, RUU Desa mengatur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sebagian besar modal BUMD dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung, tentu saja yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan.

Langkah itu dilakukan dalam rangka pengelolaan aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya demi kemajuan masyarakat desa. Tidak hanya itu, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga diatur dalam RUU Desa. Ke depan, lembaga itu melaksanakan fungsi pemerintahan. Anggotanya, wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Boleh jadi RUU Desa dahulu didesak agar segera disahkan menjadi UU lantaran menyangkut kesejahteraan masyarakat desa.

Direktur Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO), Sad Dian Utomo, mengatakan dengan disahkannya RUU Desa menjadi UU, banyak hal yang perlu dikaji oleh pemerintah dalam penyusunan Peraturan Pemerintah. Misal, mekanisme pengelolaan anggaran. Sebagaimana diketahui dalam Pasal 72 UU Desa menyebutkan, “Anggaran desa ditetapkan minimal 10 persen dari dana transfer daerah dalam Anggaran Pedapatan dan Belanja Negara (APBN)”. 

Menurutnya, penggunaan anggaran desa harus sesuai dengan peruntukannya, sehingga dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa. “Hal ini penting untuk menghindari penggunaan anggaran desa hanya menjadi sekedar bancakan oleh oknum aparat desa,” ujarnya.

RUU Pertembakauan juga ikut menjadi polemik. Masuknya RUU ini dalam Prolegnas 2013 ditentang sejumlah organisasi. Tak hanya itu, sejumlah komunitas masyarakat kesehatan menentang RUU ini. Sementara kelompok pengusaha rokok terus mendorong agar RUU itu segera dibahas.

Meski dalam Prolegnas 2013 belum masuk dalam pembahasan, lantaran seputar judul masih dalam perdebatan, namun dalam sidang paripurna beberapa waktu lalu RUU Pertembakauan diberikan tanda bintang.

Dalam penyusunan Prolegnas 2014, sejumlah kalangan dimintakan saran. Komnas HAM salah satunya. Dengan tegas, Komnas HAM menolak RUU Pertembakauan. Malahan, Komnas HAM meminta agar RUU Pertembakauan dicabut alias tidak masuk dalam Prolegnas 2014. Namun, DPR bersikukuh memasukan RUU Pertembakauan masuk dalam Prolegnas 2014 dengan nomor urut 51.

Dalam sidang paripurna, Selasa (17/12), sejumlah anggota dewan melakukan penolakan. Mereka antara laiin anggota Komisi VIII Sumarjati Arjoso dan Anggota Komisi I Ramadhan Pohan.

Sumarjati mengaku heran dengan sikap Badan Legislasi yang kekeuh memasukan RUU Pertembakauan masuk Prolegnas 2014. “Saya heran, Baleg sangat getol mengajukan RUU Pertembakauan, padahal yang lalu banyak RUU yang belum selesai. Sungguh memprihatinkan RUU banyak yang ditolak dan diberikan bintang kini diloloskan ke Prolegnas,” ujarnya.
Namun, penolakan dari sejumlah anggota dewan dalam sidang paripurna tak diindahkan. Pimpinan sidang paripurna Taufik Kurniawan tetap mengetuk palu, pertanda pengesahan 66 RUU Prolegnas 2014 siap dibahas, termasuk di dalamnya RUU Pertembakauan.
Tags:

Berita Terkait