Seleksi Hakim Agung, Anggota DPR Beda Pandangan
Berita

Seleksi Hakim Agung, Anggota DPR Beda Pandangan

Ada yang tetap berpendapat perlu ikut menyeleksi, ada yang tidak.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Seleksi Hakim Agung, Anggota DPR Beda Pandangan
Hukumonline

Anggota Komisi III DPR Syarifudin Suding mengatakan pemilihan hakim agung lewat fit and proper test merupakan wewenang lembaga legislatif dalam menjalankan mekanisme persetujuan seperti yang termuat Pasal 24A ayat (3) UUD 1945. DPR menilai persetujuan tidak dapat diberikan serta merta tanpa mengetahui kapabilitas seorang calon hakim agung.

“Calon hakim agung yang diusulkan KY tidak serta merta harus disetujui oleh DPR. Harus ada proses penilaian, harus ada proses pemilihan untuk dapat disetujui atau tidak oleh DPR,” kata Syarifudin saat memberikan tanggapan DPR dalam sidang lanjutan pengujian UU MA dan KY di Gedung MK, Selasa (23/4).

Suding menegaskan fit and proper test harus dijalankan DPR untuk menguji sejauhmana kapabilitas seseorang sebelum memangku jabatan publik termasuk hakim agung. “Kewenangan DPR dalam rangka menyetujui calon hakim agung yang diusulkan KY. Hampir semua jabatan publik diseleksi DPR,” tegas dia.

Karena itu, menurut Suding pelaksanaan fit and proper test calon hakim agung tidak dapat dikatakan bertentangan dengan konstitusi. Pasalnya, kewenangan DPR memberikan persetujuan calon hakim tidak bisa sembarangan, tetapi dengan proses pemilihan. “DPR memberikan persetujuan melalui seleksi. Ini untuk mengetahui kapabilitas seseorang,” kata politisi dari fraksi Hanura ini.

Hanya menyetujui
Terpisah, Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi PAN Tjatur Sapto Edy justru berpendapat berbeda. Secara pribadi, dia berpendapat DPR seharusnya hanya menyetujui calon hakim agung yang diusulkan KY, tidak perlu ikut memilih para calon hakim agung.

“Sebenarnya saya pribadi, kalau perlu DPR hanya memberikan persetujuan saja (dalam seleksi hakim agung),” kata Tjatur saat berbicara dalam peluncuran buku Biografi Ketua KY Eman Suparman yang berjudul Penjaga Marwah Hakim di Gedung KY, Selasa (23/4).

Menurutnya, DPR seharusnya tidak terlalu disibukkan dengan urusan teknis dalam fit and proper test seleksi hakim agung agar DPR lebih fokus pada tugas-tugas legislasi yang sudah begitu banyak. “Apalagi, dalam UUD 1945 tidak menyebutkan angka-angka (kuota 3 : 1) dalam pemilihan seleksi hakim agung di DPR,” kata Tjatur.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait