SEMA 1/2012 Jadi Ganjalan PK Djoko Tjandra
Berita

SEMA 1/2012 Jadi Ganjalan PK Djoko Tjandra

Penasihat hukum hormati putusan, namun menyinggung konsistensi penegak hukum.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Majelis hakim sidang PK Djoko Tjandra di PN Jakarta Selatan, Senin (6/7). Foto: AJI
Majelis hakim sidang PK Djoko Tjandra di PN Jakarta Selatan, Senin (6/7). Foto: AJI

Desas-desus mengenai nasib permohonan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra terjawab sudah setelah sebelumnya majelis hakim “hanya” menyatakan meneruskan perkara ini sesuai aturan hukum yang berlaku. Putusan ini terkesan ambigu dan sempat menuai protes penuntut umum karena menganggap upaya hukum luar biasa terpidana kasus Cessie Bank Bali itu akan diteruskan ke Mahkamah Agung meskipun yang bersangkutan tidak pernah hadir di persidangan.

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Bambang Myanto mengeluarkan penetapan untuk menolak permohonan PK Djoko Tjandra. “Menetapkan, menyatakan permohonan peninjauan kembali dari pemohon atau terpidana Djoko Soegiarto Tjandra tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dapat dilanjutkan ke Mahkamah Agung," kata Suharno, Humas PN Jakarta Selatan, membacakan surat amar penetapan, di PN Jakarta Selatan, Rabu (29/7).

Suharno menyatakan, ada sejumlah pertimbangan sebelum pihaknya mengeluarkan penetapan tersebut, seperti tidak pernah hadirnya Djoko Tjandra dalam proses pemeriksaan PK sesuai berita acara persidangan dan berita acara majelis hakim yang menangani persidangan tersebut. Kemudian Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012 tentang Permohonan Pengajuan PK dalam Perkara Pidana.

Dan yang paling jelas terlihat adalah poin kedua, yaitu SEMA Nomor 1 Tahun 2012 yang mayoritas isinya diakomodir dalam penetapan ini. “Bahwa permintaan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung hanya dapat diajukan oleh Terpidana sendiri atau ahli warisnya. Permintaan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh kuasa hukum Terpidana tanpa dihadiri oleh Terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan ke Mahkamah Agung,” bunyi SEMA tersebut yang disampaikan Suharno.

Sementara dalam poin mengingat, PN Jakarta Selatan mencantumkan Pasal 263 ayat (1) KUHAP yang isinya terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. (Baca: Melihat Lagi Landasan Hukum Putusan “Perkara Diteruskan” di Sidang PK Djoko Tjandra)

Selanjutnya Pasal 265 ayat (2) dan (3) yang masing-masing isinya yaitu dalam pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1), pemohon dan jaksa ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya. Dan atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim, jaksa, pemohon dan panitera dan berdasarkan berita acara itu dibuat berita acara pendapat yang ditandatangani oleh hakim dan panitera.

PN Jakarta Selatan juga mencantumkan SEMA Nomor 1 Tahun 2012 yang dijuntokan dengan SEMA Nomor 10 Tahun 2009 serta SEMA Nomor 07 Tahun 2014. Dua isi SEMA terakhir yang dijuntokan tersebut isinya mengenai pembatasan PK dalam perukumonline mengenai penetapan ini berbeda dengan putusan majelis, Suharno membantahnya. Menurut dia apa yang diputuskan dalam penetapan ini sudah sesuai dengan putusan majelis yang menyatakan perkara PK Joko Tjandra diteruskan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, dan penetapan ini sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Begitu juga mengenai adanya potensi putusan ini bertentangan dengan aturan hukum lain seperti SEMA Nomor 7 Tahun 2012 dan SEMA Nomor 3 Tahun 2018 serta Pasal 266 ayat (1) KUHAP, Suharno menampiknya. “Tidak ada yang bertentangan, coba lihat SEMA 1/2012 dan KUHAP Pasal 265, tidak ada yang bertentangan itu,” ujarnya. (Baca: Majelis Hakim PJ Djoko Tjandra Bisa Memutus Tanpa Memperpanjang Sidang)

Hormati Putusan

Andy Putra Kusuma mengaku telah menerima relas penetapan Ketua PN Jakarta Selatan mengenai ditolaknya PK Djoko Tjandra. Pihaknya pun menghormati penetapan tersebut, namun ia menyayangkan mengapa pengadilan terkesan tidak konsisten dalam mengadili perkara kliennya. Di satu sisi hakim menolak mengikuti aturan hukum dengan menolak PK kliennya dengan alasan ketidakhadiran sesuai SEMA dan KUHAP, tapi di sisi lain menerima PK yang diajukan Jaksa pada 2009 silam.

“Kita hormati keputusan hakim, kalau memang hukumnya demikian pasti kita terima. Yang kami sayangkan itu keputusan pengadilan dan MA dalam memeriksa PK No. 12 PK/Pid.sus/2009 dulu, begitu banyak yang dilanggar oleh jaksa tapi dikabulkan,” ujar Andi.

Andi menyatakan dalam persidangan Jaksa memberikan tanggapan yang pada pokoknya PK dari Djoko Tjandra harus ditolak dengan alasan tidak pernah menghadiri persidangan dan hanya diwakili kuasa hukumnya padahal berdasarkan pasal 263 ayat 1 KUHAP yang dapat mengajukan PK hanya terpidana atau ahli warisnya sehingga tidak boleh diwakili.

“Berdasarkan tanggapan jaksa tersebut saya tarik kesimpulan bahwa jaksa paham betul siapa yang berhak mengajukan PK, tapi kok tahun 2009 jaksa mengajukan PK? Padahal bukan terpidana dan juga bukan ahli waris. Anehnya lagi pengadilan dan MA mengabulkan,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait