Senator Aceh: Rapor Jokowi Merah Sesuai Warna Partai
Berita

Senator Aceh: Rapor Jokowi Merah Sesuai Warna Partai

Ada ketidakcocokkan antara harapan dari pemerintahan Jokowi-JK dengan realita yang terjadi.

FAT
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES
Senator asal Aceh, Fahrurozi menilai, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla selama enam bulan belakangan memperoleh rapor merah. Menurutnya, penilaian tersebut diberikan karena dari cita-cita Jokowi saat pemilu hingga kini tak ada satupun yang telah terealisasikan.

“Berdasarkan kajian, rapor Jokowi merah sesuai warna partai,” kata Wakil Ketua Komite I DPD dalam sebuah diskusi di Komplek Parlemen di Jakarta, Rabu (15/4).

Ia menuturkan, dari nawacita yang diusung Jokowi, hingga saat ini belum ada yang terealisasi lantaran Jokowi terjebak dalam retorika politik. Bahkan, dukungan dari tim relawan maupun fungsionaris partai pengusung Jokowi saat pemilu, semakin hari semakin berkurang.

Hal ini semakin menunjukkan bahwa kepemimpinan Jokowi selama senam bulan terakhir sangat lemah. “Dengan sistem nawacita yang dibangun, ada nawacita tapi nawaitu (niat) tidak ada,” kata Fahrurozi.

Selama enam bulan ini, lanjut Fahrurozi, banyak kebijakan Jokowi yang bertentangan dengan keinginan rakyat. Mulai dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang berujung kepada membengkaknya harga bahan pokok, hingga prosesi hukuman mati kepada terpidana narkotika atau Bali Nine ditunda karena intervensi dari negara lain.

“Ketika hukum diobok-obok dari kepentingan asing, apakah berani mempertahankan UU kita, konstitusi kita, kedaultana kita tanpa ada kebijakan asing,” kata Fahrurozi.

Wakil Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat di DPR Johny G Plate menilai, belum saatnya mengevaluasi pemerintahan Jokowi-JK. Menurutnya, jangka waktu pemerintahan yang baru berjalan enam bulan ini belum bisa dikatakan bahwa pemerintahan Jokowi telah gagal.

“Baru enam bulan, ujian semester belum terus mau dikasih rapor,” kata Anggota Komisi XI DPR ini.

Kabinet Kerja yang dibentuk Jokowi-JK, kata Johny, juga baru bekerja belum lama. Pengesahan pembiayaan untuk program kerja para kabinet baru terlihat dari disahkannya RUU APBNP tahun 2015 menjadi UU. “Ini baru tahun pertama, di periode pertama. Apalagi pemerintahan sekarang tekanan kebijakan strategis berbeda dari pemerintahan sebelumnya,” katanya.

Kebijakan strategis yang dicanangkan pemerintahan Jokowi-JK, lanjut Johny, lebih bersifat jangka panjang. Hal itu terlihat dari banyaknya kegiatan yang berdampak kepada rakyat langsung berbentuk subsidi atau bantuan termasuk pembangunan infrastruktur maritim.

“Jadi, (evaluasi) tidak bisa satu semester, butuh waktu yang banyak. Tidak bisa diukur jangka pendek,” kata Johny.

Kebijakan jangka panjang pemerintahan Jokowi lainnya, berkaitan dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Untuk mengantisipasi dolar terus menguat, pemerintahan Jokowi mengeluarkan kebijakan jangka panjang melalui program swasembada pangan yang setelah diperiksa infrastrukturnya banyak yang rusak. Terkait konflik internal partai, Presiden Jokowi membiarkan konflik tersebut diselesaikan oleh masing-masing partai terlebih dahulu sesuai amanat UU.

Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto, mengatakan selama enam bulan terakhir pemerintahan Jokowi banyak dihiasi oleh kritikan dari luar hingga internal kekuasaan. Hal ini dikarenakan pola relasi yang dibangun oleh Jokowi belum berjalan baik.

Bukan hanya itu, lanjut Gun Gun, proses komunikasi yang dilakukan pemerintahan Jokowi kepada publik berkaitan dengan lahirnya kebijakan-kebijakan yang berdampak luas ke publik juga belum optimal. “Ada ketidakcocokkan antara harapan dari pemerintahan Jokowi-JK dengan realita yang terjadi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait