Sepuluh Pasal UU Migas Dinilai Menabrak Konstitusi
Berita

Sepuluh Pasal UU Migas Dinilai Menabrak Konstitusi

UU Migas bisa meruntuhkan kedaulatan negara.

ASh
Bacaan 2 Menit

Hal ini mengakibatkan posisi pemerintah sejajar dengan perusahaan asing, sehingga potensial dapat digugat di Mahkamah Internasional. Seperti saat UU Migas akan direvisi pada tahun 2005 muncul reaksi dari perusahaan asing yang mengancam akan menggugat pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional.

Menurut dia, konsep BP Migas selaku kuasa pertambangan sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (3) menjadi kabur. Hal ini dikarenakan BP Migas yang bertugas mewakili negara untuk mengontrol cadangan dan produksi Migas seperti diatur Pasal 44 UU Migas. Terlebih, BP Migas (BHMN) yang mewakili pemerintah dalam kuasa pertambangan tidak memiliki komisaris/pengawas dan bukan operator badan usaha.

Selain itu, BP Migas Migas tak punya sumur, kilang, tanker, SPBU, tidak bisa menjual minyak bagian negara, sehingga tidak bisa menjamin keamanan pasokan BBM/BBG dalam negeri. Hal ini membuktikan kehadiran BP Migas membonsai pasal 33 ayat (2), (3) UUD 1945 dan menjadikan makna “dikuasai negara” menjadi kabur.

“Ini jelas berdampak pada jalannya kekuasaan yang tidak terbatas dan akan cenderung korup, sehingga struktur kelembagaan ini menjadi cacat,” katanya. Karena itu, Pemohon menilai kesepuluh pasal itu bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945.

Sidang pemeriksaan panel pemeriksaan pendahuluan ini diketuai Achmad Sodiki beranggotakan Hardjono dan Hamdan Zoelva. Hamdan Zoelva mengingatkan agar sebagian pemohon memberi tanda tangan dalam permohonan. “Ada banyak pemohon yang belum tanda tangan sebagai pemberi kuasa, harap ini dilengkapi. Hizbut Tahrir, Pimpinan Serikat Islam, Marwan Batubara, Laode Ida, Fauziah Silvia, ini harap dilengkapi,” saran Hamdan. Majelis memberikan kesempatan kepada para Pemohon untuk memperbaiki permohonan.

Tags: