Setelah KPK, BKN Juga Tolak Temuan Ombudsman
Terbaru

Setelah KPK, BKN Juga Tolak Temuan Ombudsman

Ada empat keberatan BKN terkait kesimpulan Ombudsman.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 5 Menit
Seorang pegawai KPK akan mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara. Foto: RES
Seorang pegawai KPK akan mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara. Foto: RES

Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman Republik Indonesia mengenai maladministrasi dalam pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) diprotes dua lembaga. Setelah KPK melayangkan keberatan atas laporan tersebut, kini Badan Kepegawaian Nasioan (BKN) yang melaksanakan TWK melakukan hal serupa.

Dalam laporan tersebut, Ombudsman RI meminta agar BKN melakukan dua tindakan korektif yaitu agar BKN menelaah aturan dan menyusun peta jalan berupa mekanisme, instrumen dan penyiapan asesor terhadap pengalihan status pegawai menjadi ASN. Selain itu Ombudsman juga berkesimpulan bahwa BKN telah terjadi maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur yaitu dalam 4 hal. Pertama, Kepala BKN menghadiri langsung rapat harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM pada 26 Januari 2021. Kedua BKN tidak kompeten melakukan asesmen TWK. Ketiga maladministrasi dalam kontrak swakelola antara KPK dan BKN. Keempat, Kepala BKN telah melakukan pengabaian terhadap amanat Presiden Jokowi.

Wakil Kepala BKN Supranawa Yusuf dalam konferensi pers virtual menganggap LAHP itu tidak tepat. Oleh karena itu pihaknya menggunakan hak untuk menyampaikan keberatan atas pernyataan Ombudsman RI pada kesimpulan LAHP. Keberatan itu diajukan dengan berdasarkan pasal 25 ayat (6) huruf b Peraturan Ombudsman RI No. 48 tahun 2020 tentang Tata Cara Penerimaan Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan. “BKN sudah memberikan tanggapan dan per hari ini sudah dikirim ke Ombudsman RI, surat ditandatangani Kepala BKN dan ditujukan kepada Ketua Ombudsman RI tertanggal 13 Agustus,”ujarnya, Jumat (13/8).

Setidaknya ada dua hal utama dalam surat keberatan tersebut. Pertama menyangkut tindakan korektif yaitu mengenai pembuatan telaahan aturan. Menurutnya BKN sudah memiliki rencana strategis (renstra) untuk 2020-2024 yang substansinya sudah mencantumkan program penguatan hukum dalam perumusan perundangan di bidang kepegawaian.

Selanjutnya mengenai pembentukan regulasi baru menyangkut proses mutasi, promosi, penilaian kompetensi, menurut dia juga sudah termuat dalam renstra 2020-2024 tersebut. Oleh karena itu menurutnya BKN sebenarnya memang sudah mempunyai program tersebut dan bukan merupakan penyusupan seperti yang dilansir Ombudsman dalam laporannya.

Supranawa juga menyampaikan empat keberatan BKN terkait empat kesimpulan Ombudsman. Pertama, pelaksanaan rapat harmonisasi terakhir yang dihadiri oleh pimpinan kementerian dan lembaga yang seharusnya dipimpin oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham. Berdasarkan pada Pasal 13 ayat (5) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menyatakan badan dan atau pejabat pemerintah yang memberikan delegasi dapat menggunakan sendiri delegasi tersebut. “Apa yang dilakukan kepala BKN dalam rapat harmonisasi sama sekali tidak menyalahi kewenangan dan prosedur,” tegasnya.

Keberatan kedua adalah mengenai BKN tidak kompeten melaksanakan asesmen TWK. BKN menyatakan keberatan karena pelaksanaan asesmen TWK dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi ASN yang dilajukan KPK bekerja sama dengan BKN telah sesuai dengan kewenangan BKN dalam melaksanakan penilaian ASN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN.

Tags:

Berita Terkait