Sidang HUM Tertutup, Buruh ‘Gugat’ UU MA
Berita

Sidang HUM Tertutup, Buruh ‘Gugat’ UU MA

Hakim masih meminta permohonan diperkuat.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Muhammad Hafidz selaku pemohon saat memberikan keterangan pers, Kamis (12/3) di Gedung MK. Foto: Humas MK
Muhammad Hafidz selaku pemohon saat memberikan keterangan pers, Kamis (12/3) di Gedung MK. Foto: Humas MK
Berbeda dari pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi (MK), sidang hak uji materiil (HUM) di Mahkamah Agung berlangsung cenderung tertutup. Tidak ada proses tanya jawab terbuka, dan tidak ada peluang mendatangkan ahli.

Merasa persidangan model HUM tak terbuka, sejumlah pekerja di Bekasi mengajukan judicial review Pasal 31A ayat (4) huruf h UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (MA) di MK. Adalah Muhammad Hafidz, Wahidin, dan Solihin, pekerja di Jawa Barat yang merasa dirugikan atas berlakunya pasal itu lantaran proses uji materi di MA selama ini berlangsung tertutup.

Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 1 Tahun 2011 telah mengatur mekanisme pengajuan hak uji materiil dan persidangannya. Tetapi tak disinggung sama sekali apakah bersifat terbuka atau tertutup. Dalam prakteknya, permohonan hanya diperiksa majelis tanpa kehadiran pemohon dan perwakilan instansi yang mengeluarkan peraturan.

Para pemohon menganggap tertutupnya proses uji materi peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang ini menyebabkan para pihak yang terlibat dan publik tidak dapat mengetahui sejauhmana perkembangan proses pemeriksaannya. Selain itu, ketertutupan sidang uji materi justru mengikis/mengurangi akuntabilitas putusan uji materi di lembaga MA sendiri.  

Tertutupnya judicial review di MA ini berpotensi menghilangkan pengawasan publik yang berakibat mengikis akuntabilitas para hakim agung,” ujar salah satu pemohon, Muhammad Hafidz dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung MK, Kamis (12/3).  

Pasal Pasal 31A ayat (4) huruf h UU MA menyebutkan “Permohonan pengujian sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilakukan oleh Mahkamah Agung paling lama 14 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan.”

Menurut pemohon, seharusnya, pemeriksaan dan pembacaan putusan uji materi di MA  digelar secara terbuka untuk umum. Mengingat pengujian peraturan di bawah undang-undang berdampak pada masyarakat luas. Selain itu, para pihak yang terlibat seharusnya memiliki hak hak memberikan keterangan/tanggapan secara terbuka pula.

“Dari uji materi yang pernah kita ajukan, kita tidak bisa menghadirkan ahli atau saksi untuk memperkuat dalil-dalil permohonan, atau setidaknya diberi kesempatan menyampaikan keterangan tertulis. Seperti pengujian SKB Tiga Menteri Tahun 2008 tentang Upah Minimum hingga saat ini belum jelas bagaimana putusannya. Kita juga akan menguji Perda Jawa Barat terkait outsourcing dan buruh kontrak,” kata Hafidz.

Dia menegaskan pengujian peraturan perundangan di bawah undang-undang, bukan bersifat individual yang hanya mengikat para pihak berperkara, tetapi putusannya juga berdampak luas bagi masyarakat (erga omnes). Bagaimana mungkin putusannnya berdampak luas, tetapi proses persidangannya dilakukan secara tertutup? Terlebih, putusannya bersifat final, tidak bisa diajukan upaya hukum.

“Proses uji materi secara tertutup ini mengakibatkan pemeriksaan menjadi liar karena tidak ada landasan hukum jelas bagi MA untuk melaksanakan kewenangan ini,” kata dia.

Atas dasar itu, pihaknya meminta MK menyatakan Pasal 31A ayat (4) huruf h bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pemeriksaan pokok permohonan dan pembacaan putusan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum. “Bagaimanapun, para pihak yang terlibat dalam judicial review ini memiliki hak untuk didengarkan.”

Sebelum memutus pokok permohonan ini, para pemohon pun meminta Mahkamah menjatuhkan putusan provisi agar memerintahkan MA menunda seluruh proses pemeriksaan uji materi peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang ini hingga ada putusan pengujian undang-undang ini.

Menanggapi permohonan ini, ketua majelis panel, Anwar Usman, menilai Pasal 31A ayat (4) huruf h yang diujikan tidak sesuai dengan alasan permohonan, sehingga terkesan tidak nyambung. “Itu Pasal yang menguji soal batas waktu penyelesaian, tetapi yang diminta sidang pengujiannya terbuka? Saya agak heran kalau menggunakan pasal ini,” kritik Anwar Usman dalam persidangan.

Lagipula, pengujian undang-undang pernah dimohonkan pengujian dan diputus MK. “Saudara bisa dicek putusannya supaya bisa jadi acuan memperbaiki dalil permohonan ini,” sarannya.

Selain itu, pemohon diminta mempertajam alasan filosofis terkait sidang judicial review MA yang seharusnya dilakukan terbuka untuk umum. Majelis menganggap penting agar alasan filosofis dimasukkan untuk memperkuat alasan permohonan. “Ini penting guna menguatkan alasan judicial review di MA harus terbuka,” pinta anggota majelis panel,Wahidudin Adams.
Tags:

Berita Terkait