Anggota Komnas HAM, Bambang W. Soeharto, menyatakan perlunya fatwa Mahkamah Agung (Voting Court) untuk melanjutkan sidang perkara Soeharto tanpa kehadiran Soeharto. Namun menurutnya, ada tiga hal yang penting dari sidang tersebut.
Pertama, adanya upaya supremasi hukum melalui law enforcement terhadap Soeharto. Kedua, fair trial yang telah dilakukan sehingga dapat ditegakkan hukum yang berkeadilan. Ketiga, adanya penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Dalam kasus Soeharto, Bambang berpendapat perlu adanya penegasan status kesehatan Soeharto. Penegasan tersebut dilakukan melalui second opinion, dan juga melalui first opinion dari saksi ahli. "Jika sudah terpenuhi, Saya melihat jalannya sidang Soeharto bisa disebut fair trial dalam negara hukum," sambung Bambang.
Secara pribadi Bambang menyayangkan ketidakhadiran Soeharto dalam persidangan Kamis (31/08) ini. Namun ia menyatakan optimis bahwa hukum yang berkeadilan dan supremasi hukum dapat ditegakkan.
Sementara itu, salah satu calon ketua Mahkamah Agung (MA), Benjamin Mangkoedilaga, SH mengutarakan tidak perlunya meminta fatwa MA. "Hal tersebut justru akan memperlihatkan hakim pengadilan Soeharto tidak mandiri," tambah mantan hakim yang pernah memenangkan Tempo ini.
Kewajiban hadir di persidangan
Kehadiran terdakwa di sidang adalah kewajiban terdakwa, bukan merupakan haknya. Oleh karena itu, terdakwa harus hadir di sidang pengadilan. Ketentuan itu dapat ditemui di dalam Penjelasan Pasal 154 ayat (4) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Di dalam Pasal 154 ayat (4) dinyatakan jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi.