Melalui putusan No.2/MKMK/L/11/2023, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pencopotan jabatan Ketua MK yang disandang Anwar Usman. Sanksi diberikan lantaran Anwar Usman terbukti melaggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi kategori berat. Ada seumlah prinsip etik yang dilanggar antara lain prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan dan keseksamaan. Berbagai kalangan menilai putusan MKMK menguji sikap negarawan Anwar Usman sebagai hakim konstitusi.
Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum (FH) Universitas Padjadjaran, Prof Susi Dwi Harijanti mengatakan Anwar Usman bisa menjadi Ketua MK karena posisinya sebagai hakim konstitusi dan terpilih sebagai Ketua. Putusan MKMK yang mencopot jabatan Anwar Usman sebagai Ketua MK secara implisit bisa diartikan yang bersangkutan harus menyatakan diri berhenti atau mengundurkan diri sebagai hakim konstitusi.
“Bagaimana mungkin bisa mempertahankan posisinya sebagai hakim konstitusi mengingat MKMK sudah menyatakan terbukti pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim,” kata Susi usai mengikuti pembacaan putusan MKMK di Gedung MK, Selasa (7/11/2023) kemarin.
Dia menilai, idealnya sanksi yang dijatuhkan untuk pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim adalah pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatannya sebagai hakim konstitusi. Selain dicopot sebagai Ketua MK, MKMK juga melarang Anwar Usman memeriksa perkara yang berkaitan dengan permohonan pengujian Pasal 169 huruf q UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilu khususnya perkara No.141/PUU-XXI/2023.
“Yang bersangkutan harus melakukan judicial disqualification dengan apa yang tadi diputuskan oleh MKMK meskipun tidak tersirat secara eksplisit,” ujarnya.
Baca juga:
- Langgar 5 Prinsip Kode Etik, Anwar Usman Dicopot dari Jabatan Ketua MK
- Guru Besar dan Akademisi HTN Minta MKMK Copot Ketua MK Anwar Usman
Prof Susi merespon positif putusan MKMK yang memerintahkan Wakil Ketua MK dalam waktu 2x24 jam untuk segera menyelenggarakan pemilihan Ketua MK yang baru. Hal ini penting, apalagi jika putusan MKMK memberi sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat dari hakim konstitusi. Sebab, UU No.7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengatur pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan dengan keputusan Presiden atas permintaan Ketua MK.