Stigma PKI, Politisi PDIP Siapkan Upaya Hukum
Berita

Stigma PKI, Politisi PDIP Siapkan Upaya Hukum

Selain itu akan melapor ke Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers.

ADY
Bacaan 2 Menit
Stigma PKI, Politisi PDIP Siapkan Upaya Hukum
Hukumonline
Politisi PDIP sekaligus anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari, menegaskan akan menempuh jalur hukum untuk menuntaskan stigmatisasi PKI yang dialamatkan sebuah stasiun TV kepada partai dan dirinya. Salah satu alasan munculnya tuduhan itu karena Eva sempat menyambangi China (Tiongkok) beberapa waktu lalu. Padahal, kunjungan itu dalam rangka penugasan dan diikuti kader partai politik lain (PKS dan Golkar).

Eva menegaskan sudah mempublikasikan kegiatannya ke Tiongkok kepada publik. Alih-alih menjaga akuntabilitas atas kerja-kerja yang telah dilakukannya di China, publikasi lewat rilis itu malah digunakan pihak lain untuk melakukan serangan politik. “Tidak adil jika ada orang bekerja dengan akuntabel dan melaporkan kegiatannya ke publik lalu diberitakan seperti ini,” katanya dalam diskusi yang digelar Polcomm Institute di Jakarta, Kamis (03/7) kemarin.

Bagi Eva tuduhan PKI tidak rasional karena merasa dirinya seorang nasionalis. Akibat stigma PKI itu, Eva berniat menempuh upaya hukum, termasuk mengadu ke Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). “Kami sudah siapkan upaya hukum,” ujarnya.

Terpisah, peneliti LIPI, Hermawan Sulistyo, mengatakan isu PKI sekarang tidak laku di masyarakat. Oleh karenanya, jika pihak tertentu menggunakan isu itu untuk menurunkan popularitas lawan politiknya diyakini tidak bakal berdampak signifikan. Diranah global, negara yang secara resmi berideologi Komunis tinggal sedikit. Bahkan di negara Eropa Timur sudah tidak ada lagi negara berideologi Komunis. “Saya yakin isu Komunis nggak laku,” tukasnya.

Hermawan menilai tudingan Komunis itu kerap digunakan oleh orde baru untuk menstigmatisasi kelompok masyarakat yang melawan kebijakan pemerintahan. Terutama masyarakat yang ada di pulau Jawa. Sedangkan masyarakat yang ada di Aceh bakal dituding GAM jika menentang kebijakan orde baru. Sementara di Papua, kelompok masyarakat yang kritis akan dilabeli OPM.

Komisioner Komnas HAM, Roichatul Aswidah, mengaku prihatin atas kampanye yang dilakukan belakangan ini marak menggunakan isu SARA dan stigmatisasi. Padahal, menghalalkan berbagai cara dan isu dalam berkampanye di negeri yang plural ini tidak dibolehkan. Penggunaan isu SARA dan stigmatisasi seperti tuduhan Komunis itu membahayakan bagi bangsa dan tidak bermartabat. Menurutnya kampanye yang menggunakan cara-cara seperti itu tidak konstitusional, tidak beradab dan bertentangan dengan HAM.

Perempuan yang disapa Roi itu menyarankan agar penyelenggara Pemilu terutama Bawaslu mengambil tindakan tegas dan keras. Sebab, penggunaan isu SARA dan stigmatisasi yang berkembang dalam kampanye di masa Pemilu Presiden (Pilpres) ini sudah tidak dapat ditolerir. “Bawaslu harus sangat keras terkait hal ini. Karena ini bisa sangat membahayakan bagi politik dan menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia,” pungkasnya.
Tags: