Survei Kebijakan Kantong Plastik Membuktikan…
Berita

Survei Kebijakan Kantong Plastik Membuktikan…

Penggunaan dana yang dikumpulkan harus transparan. Seharusnya dikembalikan untuk kepentingan publik.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Apa kabar pelaksanaan kebijakan kantong plastik berbayar di pusat-pusat perbelanjaan? Jawaban atas pertanyaan ini terungkap dalam paparan hasil survey Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di Jakarta, Rabu (13/4).

Lembaga swadaya masyarakat yang mengadvokasi isu-isu konsumen ini melakukan survey pada Maret hingga 6 April di 25 gerai dari 15 nama ritel terkemuka di Jakarta. Survei dilakukan dengan metode investigasi, guna melihat langsung peneraparan kebijakan pembatasan penggunaan kantong plastik.

Hasilnya? Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menegaskan kalau harga 200 rupiah per kantong plastik belum efektif. “Kalau 200 rupiah, belum (efektif),” katanya.

Harga plastik yang terlalu murah dianggap sebagai salah satu penyebab kebijakan itu belum efektif. Sebagai jalan keluar, YLKI menyarankan agar satu kantong plastik dihargai Rp1.000. Namun, penting dicatat, kenaikan harga itu harus diikuti transparansi. Dana yang dikumpulkan dari pembelian plastik dan penggunaannya harus transparan. Sebab, hakikatnya dana itu harus dikembalikan pada kepentingan publik.

YLKI juga menemukan fakta di lapangan semua ritel yang disurvei sudah menerapkan uji coba kebijakan kantong plastik berbayar seharga Rp200. Dari jumlah kasir yang ada pada tiap gerai, tidak semua kasir dioperasikan. Ironisnya, belum semua ritel menyediakan kantong belanja alternatif. Kalaupun tersedia kantong alternatif, harganya relati fmahal, berkisar Rp4.900-69.900. “Alternatif kardus juga belum tersedia di sebagian ritel,” jelas Tulus.

Dari pengamatan jumlah transaksi selama 10 menit pada kasir, diperoleh hasil bahwa transaksi tertinggi selama 10 menit adalah 21 transaksi dengan 10 konsumen yang masih menggunakan kantong plastik. Masih ada 12 persen peritel yang tidak mencantumkan papan informasi uji coba kebijakan plastik berbayar pada kasir atau di dalam gerai. Memang, ada beberapa yang sudah mencantumkan, meskipun ditempatkan pada posisi yang tidak terlihat konsumen.

Hasil lain menunjukkan sebanyak 52 persen kasir yang diwawancarai mengaku sudah dilatih sosialisasi kebijakan tersebut kepada konsumen. Temuan YLKI sebanyak 88 persen kasir tidak memberikan penjelasan tambahan tentang kebijakan. SOP yang berlaku juga belum seragam, karena faktanya masih ada kasir yang tidak menanyakan kepada konsumen mau pakai kantong plastik atau tidak.

Keluhan utama konsumen adalah karena merasa tidak jelasnya pengelolaan dana hasil penjualan kantong plastik yakni sebanyak 33,7 persen. Sebanyak 34 persen konsumen masih belum mengetahui kebijakan ini. Sebanyak 26,1 persen konsumen memiliki persepsi bahwa kebijakan ini hadir untuk pengurangan sampah dan menjaga lingkungan. “Saran utama dari konsumen (35,3 persen) malah menyarankan untuk meniadakan kantong plastik atau menyediakan kantong alternatif belanja,” tuturnya.

YLKI merekomendasikan beberapa catatan kepada pemerintah, pegusaha ritel modern, dan konsumen. Pertama, mengacu pada UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pemerintah selaku regulator dan pelaku usaha wajib memberikan sosialisasi dan informasi yang jelas kepada konsumen terkait mekanisme kebijakan dan transparansi dana yang telah dikeluarkan konsumen untuk kantong plastik berbayar.

Kedua, peritel seharusnya memasang mediakit di gerai pada lokasi yang strategis agar terlihat konsumen, melakukan pelatihan kasir, dan menyediakan alternatif kantong belanja non-plastik dengan harga murah bagi konsumen, serta bertanggung jawab atas pengelolaan sampah dengan menarik kembali sampah kantong plastik yang berasal dari gerainya.

Ketiga, peritel dan pemerintah beralih untuk menerapkan kebijakan dalam taraf ekstrim, yaitu tidak lagi menyediakan kantong plastik untuk mengurangi potensi sampah kantong plastik secara signifikan. Hal ini bisa dilakukan dengan memberlakukan uji coba dan masa transisi waktu dengan mekanisme seperti car free day yang dimulai 1 x per minggu ke gerai ritel yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia.

Keempat, konsumen dihimbau untuk melakukan perencanaan sebelum berbelanja dan selalu membawa kantong belanja sendiri dari rumah. Melakukan 3R, dan bijak dalam menggunakan kantong plastik.

Peneliti YLKI, Natalya Kurniawati menambahkan sejauh ini kesadaran konsumen untuk lebih peduli terhadap lingkungan sudah ada, tetapi pemahaman terhadap tujuan kebijakan ini masih dinilai kurang. “Kebijakan ini sejalan dengan visi green consumer yang diusung oleh YLKI demi mengkampanyekan kepada konsumen agar lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik,” kata Natalya.

Disamping itu, lanjut Natalya, efektivitas kebijakan ini di lapangan masih perlu diperkuat. Walaupun sudah ada pengurangan sementara jumlah konsumsi kantong plastik, sebanyak 50-80 persen konsumen masih  menggunakan kantong plastik. Konsumen juga masih memiliki persepsi bahwa kebijakan ini kurang jelas dari sisi sosialisasi, mekanisme, dan ketersediaan alternatif solusi bagi konsumen.

Dari sisi pemerintah, agaknya masih belum siap dengan kebijakan ini melihat masih belum matangnya media dan informasi yang disampaikan kepada peritel atau konsumen. Dari ritel sendiri juga belum siap dengan keseragaman SOP yang berlaku pada kasir, dan ketersediaan alternatif wadah belanja non-plastik bagi konsumen.
Tags:

Berita Terkait