Tak Jelas Definisi Usaha Patungan dalam UU Antimonopoli
Berita

Tak Jelas Definisi Usaha Patungan dalam UU Antimonopoli

Jakarta, hukumonline. Usaha patungan yang dimaksud UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat berbeda dengan yang dimaksud dalam hukum investasi. Karena itu, diperlukan definisi yang jelas mengenai usaha patungan yang dimaksud.

Oleh:
Ari/Rfl
Bacaan 2 Menit
Tak Jelas Definisi Usaha Patungan dalam UU Antimonopoli
Hukumonline

Hal itu dikatakan Hikmahanto Juwana, SH, LL.M., anggota  Partnership for Business Competition (PBC), pada seminar "Sosialisasi UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat" di Jakarta, Selasa (3/10).

Menurut Hikmahanto, dalam hukum investasi, yang menjadi pokok permasalahan adalah pengaturan usaha patungan yang dilakukan oleh pelaku usaha asing dengan pelaku usaha lokal. Sedangkan dalam hukum persaingan usaha, yang menjadi fokus dalam usaha patungan adalah pelaku usaha yang melakukan kerja sama dalam bentuk usaha patungan, terlepas apa kewarganegaraan pelaku usaha. Dan usaha patungan itu tak harus dalam pembentukan sebuah badan usaha.

Istilah usaha patungan dalam UU No. 5 tahun 1999 muncul  dalam Pasal 5 ayat (2). Tapi, hal itu merupakan suatu pengecualian. Sebab, dalam Pasal 5 ayat (1)-nya dikatakan, "Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama."

Hikmahanto sendiri juga mempertanyakan tentang usaha patungan yang dimaksud dalam pasal itu. "Apakah usaha patungan tersebut dalam konteks yang sama dengan yang dimaksud dalam hukum investasi atau tidak," tanyanya. Karena itu, ia  menyatakan perlu suatu definisi yang jelas mengenai usaha patungan yang dimaksud.

Kendati begitu, Hikmahanto menyatakan UU No. 5 tahun 1999 jangan dijadikan momok. Sebab, maksud UU tersebut adalah mengeliminasi pelaku-pelaku usaha yang kurang sehat.

Merugikan konsumen

Menyinggung tentang praktik monopoli, Hikmahanto menyatakan, suatu pasar yang dimonopoli cenderung berakibat negatif. Dari sisi konsumen, monopoli akan sangat merugikan karena mereka tak memiliki alternatif pada saat akan membeli produk atau jasa tertentu.

Dari sisi pelaku usaha, monopoli akan berdampak pada inefisiensi dalam menghasilkan produk atau jasa karena tak adanya pesaing. Demikian pula inovasi atas produk atau jasa tidak akan terjadi mengingat tak ada insentif untuk melakukan hal tersebut.

Tags: