Tantangan Pemajakan Ekonomi Digital Perusahaan Internasional
Utama

Tantangan Pemajakan Ekonomi Digital Perusahaan Internasional

Penerapan pajak digital secara menyeluruh diharapkan dapat menciptakan keadilan bagi persaingan usaha.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit

Dia menjelaskan, pembahasan mengenai kesepakatan pajak internasional di G20 telah lama dilakukan. Kemudian ada beberapa revisi dari draft pilar 1 dan pilar 2, dan ini juga telah disepakati di bulan Oktober 2021. "Hingga pada waktu ketika penutupan KTT G20 di Italia, kurang lebih 137 negara secara sepakat untuk menyetujui Pilar 1 dan pilar 2," tegas Mekar.

Pemerintah Indonesia dikatakan Mekar telah mengantisipasi akan keberadaan perpajakan baru ini baru ke depan. Secara kebetulan Indonesia saat itu sedang membahas ada menyusun undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang sekarang telah menjadi Undang-undang No.7 Tahun 2021.

"Dalam revisi undang-undang HPP tersebut memang sudah dimasukkan juga pasal-pasal untuk mengantisipasi ke depan apabila nanti pilar 1 dan pilar 2 berlaku di Indonesia," kata Mekar.

Untuk diketahui, Pilar 1 mencakup MNE dengan peredaran bruto EUR20 miliar dan tingkat keuntungan di atas 10%. Keuntungan MNE ini kemudian dibagikan kepada negara pasar jika MNE tersebut memperoleh setidaknya EUR1 juta (atau EUR250 ribu untuk negara pasar dengan PDB lebih kecil dari EUR40 miliar) dari negara pasar tersebut. Salah satu perkembangan dari kesepakatan G20/BEPS Juli 2021 adalah pengalokasian 25% keuntungan MNE ke negara pasar.

Jumlah ini kemudian akan dibagikan kepada negara pasar berdasarkan porsi penjualannya di masing-masing negara pasar tersebut. Selanjutnya, Pilar 2 mengenakan tarif pajak minimum pada MNE yang memiliki peredaran bruto tahunan sebesar EUR750 juta atau lebih. Dengan pajak minimum pada Pilar 2, tidak akan ada lagi persaingan tarif yang tidak sehat di antara negara-negara yang selama ini terjadi.

Sementara itu, Perusahaan multinasional Google Indonesia siap mengikuti setiap penerapan kebijakan pajak di dalam negeri yang merujuk kepada hasil kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. "Kami mengikuti yang sudah ada dan yang akan nantinya setelah kesepakatan KTT G20," ujar Government Affairs and Public Policy Google Indonesia, Danny Ardianto dalam keterangan pers Forum Merdeka Barat 9 (FMB9).

Dia menjelaskan, jika Google Indonesia telah mengikuti peraturan yang berkaitan dengan perpajakan di tanah air ini sejak beberapa waktu yang lalu. Tepatnya, pada 2019, pihaknya telah membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai dengan jasa pelayanan yang kerap kali digunakan oleh masyarakat dalam ruang digital. Dari layanan google adds hingga clouds yang banyak digunakan oleh masyarakat di dalam negeri sudah dimodifikasi menggunakan mata uang Rupiah. Sehingga, pembayaran PPN dapat dihitung sesuai dengan pendapatan yang didapatkan dari layanan-layanan tersebut.

Tags:

Berita Terkait