Tidak Terbukti Adanya Utang, Permohonan Pailit terhadap Manulife Ditolak
Berita

Tidak Terbukti Adanya Utang, Permohonan Pailit terhadap Manulife Ditolak

Akhirnya, Pengadilan Niaga menolak permohonan pailit yang diajukan oleh kurator PT Dharmala Sakti Sejahtera, Tbk terhadap PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI). Majelis menilai AJMI tidak memiliki utang karena deviden tahun 1998 senilai Rp3,6 miliar milik DSS yang dijadikan dasar permohonan pailit telah dibayar pada persidangan sebelumnya.

Leo/APr
Bacaan 2 Menit
Tidak Terbukti Adanya Utang, Permohonan Pailit terhadap Manulife Ditolak
Hukumonline

Dalam putusan yang dibacakan di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (15/2), Majelis Hakim yang diketuai oleh Ch Kristi Purnamiwulan memutuskan untuk menolak permohonan pailit yang diajukan oleh kurator DSS terhadap AJMI. Menurut Majelis, adanya utang yang dijadikan yang didasarkan permohonan pailit tidak terbukti.

Dalam permohonan pailitnya, kurator DSS menyebutkan bahwa AJMI memiliki utang sebesar Rp3,6 miliar yang berasal dari deviden tahun 1998 milik DSS yang belum dibayar oleh AJMI.

Namun pada sidang pertama beberapa waktu lalu, kuasa hukum kurator DSS mengubah permohonan pailitnya. Disebutkan bahwa utang AJMI bukan lagi Rp3,6 miliar, melainkan menjadi Rp5,57 miliar. Jumlah tersebut bersumber dari deviden plus perhitungan bunga selama 985 hari, antara 1999-2002.

Masalah deviden

Majelis Pengadilan Niaga dalam putusannya hari ini menyatakan tidak mengabulkan perubahan permohonan pailit tersebut. Alasannya, yang diubah sudah termasuk materi pokok perkara. Selanjutnya, yang jadi pertimbangan utama Majelis adalah mengenai masalah deviden. Apakah deviden yang harus dibayar oleh AJMI adalah utang yang dapat ditagih?

Berdasarkan bukti T-20, terbukti bahwa AJMI telah menyetorkan uang deviden ke rekening DSS melalui BCA. Bukti tersebut dikuatkan dengan keterangan kuasa hukum kurator DSS yang menyatakan uang tersebut telah masuk ke rekening DSS. Menurut Majelis, dengan telah diterimanya pembayaran dari AJMI maka utang AJMI telah dibayar.

Jadi unsur adanya utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan tidak terpenuhi. Karena syarat tersebut tidak terpenuhi, Majelis Pengadilan Niaga tidak mempertimbangkan perihal kreditur lain dan pembuktian sederhana dalam putusannya.

Ajukan kasasi

Terhadap putusan hari ini Yuhelson yang menjadi kuasa hukum DSS menyatakan akan mengajukan kasasi ataupun upaya hukum apapun untuk mempertahankan kepentingan kliennya. Ia menilai, Majelis tidak mempertimbangkan fakta hukum sebenarnya.

"Kita kan mengetahui fakta hukum bahwa utang Manulife 5,57 miliar, sedangkan yang dibayar baru Rp3,6 miliar. Itu berarti mereka masih memiliki utang. Selain itu, kami juga melihat bahwa pihak Manulife tidak bertikad baik karena baru mau membayar (deviden, red) setelah kami ajukan permohonan pailit," ujar Yuhelson, pengacara dari kantor BRAMM & Associates

Sebaliknya, Managing Director AJMI, Chris Bendl menganggap bahwa putusan hari ini sudah tepat. "Itu adalah putusan yang benar. Saya tidak melihat ada pilihan lain. Saya berharap kurator DSS segera membagi-bagikan deviden tersebut ke kreditur-kreditur DSS," komentar Chris

Chris Bendl membantah bahwa pihak AJMI sengaja menahan pembayaran deviden tersebut dan baru membayar setelah ada permohonan pailit. "Itu tidak benar. Kami belum mau membayar karena kurator tidak mau membuat escrow account. Escrow account sangat penting karena uang para kreditur akan terjamin dan siapapun nggak akan bisa mencuri uang dari account tersebut," sanggah Chris

Ia juga menggarisbawahi bahwa deviden tahun 1998 tersebut dibayarkan pada saat yang bersamaan bukan hanya ke DSS, tapi juga ke pemegang saham AJMI yang lain. "Deviden itu bukan hanya dibayarkan ke Dharmala. Dari 9 miliar, 40% untuk DSS, 51% untuk Manulife Financial, dan 9% untuk World Bank. Semuanya dibayarkan pada saat yang sama dan tidak ada satupun yang dibayar pakai bunga," tukasnya.

Tags: