Tidak Terbukti Keracunan, Gugatan terhadap Coca-Cola Ditolak
Utama

Tidak Terbukti Keracunan, Gugatan terhadap Coca-Cola Ditolak

Alat bukti berupa visum yang diajukan penggugat untuk membuktikan adanya keracunan dinilai majelis tidak sah.

Oleh:
CR
Bacaan 2 Menit
Tidak Terbukti Keracunan, Gugatan terhadap Coca-Cola Ditolak
Hukumonline

 

Strict liability

 

Kuasa hukum Takasu, Ike Farida, merasa kecewa dengan putusan tersebut. "Majelis hakim telah salah mengambil pertimbangan dalam hal pembuktian. Dikatakan bukti tidak kuat. Padahal yang wajib melakukan pembuktian adalah tergugat dan bukan penggugat seperti diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen," cetusnya.

 

Ketentuan yang dimaksud Ike adalah strict liability (pembuktian terbalik, red) yang dimuat dalam ketentuan Pasal 19 ayat 5 UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Atas putusan tersebut, pihak penggugat belum memastikan akan mengajukan upaya hukum.

 

Sebelumnya, Takasu menggugat PT Coca-Cola Indonesia, PT Coca-Cola Bottling Indonesia dan PT Coca-Cola Distribution Indonesia sebagai tergugat I,II dan III, plus Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) sebagai turut tergugat. Takasu meminta ganti rugi lantaran merasa dirinya keracunan setelah meminum sebotol Coca-Cola, yang diduga tercampur sebatang obat nyamuk bakar.

 

Gugatan yang diajukan Takasu didasarkan pada ketentuan Pasal 4, Pasal 7 dan Pasal 8 UU No. 8/1999, serta Pasal 1365 KUHPerdata. Dalam gugatan itu Coca-Cola dinilai telah melanggar hak konsumen maupun kewajibannya sebagai produsen. Sedangkan BPOM dijadikan turut tergugat karena dinilai tidak melaksanakan fungsi pengawasan dengan baik berdasarkan Pasal 6 UU No. 23/1992 tentang Kesehatan.

Dalam sidang pembacaan putusan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/1), majelis yang diketuai Soedarto menolak gugatan yang diajukan Takasu Masaharu, negara Jepang. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai tidak terbukti adanya keracunan yang disebabkan kandungan Coca-Cola yang diminum oleh penggugat.

 

Majelis dalam pertimbangan hukumnya memang membenarkan bahwa berdasarkan bukti-bukti. Takasu mengalami gejala keracunan. Namun, Takasu tidak bisa membuktikan bahwa gejala keracunan tersebut diakibatkan minum Coca-Cola. Sebab, menurut majelis, mengacu pada keterangan saksi ahli, Dr. Djaja Surya Atmadja, visum yang diajukan penggugat, bukanlah visum seperti layaknya. Pasalnya, selain tidak ada nomor register, visum yang dimaksud tidak memuat pemeriksaan terhadap darah, urine dan muntahan untuk membuktikan dugaan keracunan.

 

Panji Prasetyo, kuasa hukum Coca-Cola, seusai sidang menegaskan visum yang diajukan penggugat hanya didasarkan pada keluhan pasien tanpa adanya pemeriksaan laboraturium.

 

Mereka (penggugat, red) berlindung di balik undang-undang Perlindungan Konsumen. Katanya produsen yang harus membuktikan. Tapi apakah peristiwa itu (keracunan, red) terjadi, mereka yang harus membuktikan, tukasnya.

 

Selain itu, Panji menambahakan bahwa proses pidana untuk kasus ini juga dihentikan oleh pihak kepolisian karena tidak cukup bukti.

Tags: