Tiga Indikasi State Capture Corruption dalam RUU Cipta Kerja
Utama

Tiga Indikasi State Capture Corruption dalam RUU Cipta Kerja

Beberapa persoalan RUU Cipta Kerja sektor lingkungan hidup diantaranya penyederhanaan tidak rasional dari naskah akademik, kompleksitas pengaturan, penghapusan izin lingkungan, pelemahan aspek pengawasan dan penegakan hukum, pelemahan peran pemerintah daerah.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Padahal, menurut Nadia, fungsi perizinan setidaknya ada 5 hal. Pertama, perencanaan, misalnya dimana lokasi yang boleh atau tidak untuk dilakukan kegiatan usaha. Kedua, pengendalian yakni mana kegiatan usaha yang boleh dan tidak serta persyaratannya. Ketiga, pemanfaatan, mengatur sejauh mana SDA yang boleh digunakan. Keempat, pengawasan, merupakan kewajiban pemerintah setelah menerbitkan izin. Kelima, anggaran, misalnya pemberian izin merupakan pemasukan bagi pemerintah daerah. Hal ini rawan diselewengkan dan di beberapa daerah izin limbah dan lahan diobral karena memberi pemasukan bagi daerah.

Menurutnya, RUU Cipta Kerja mengatur hal baru terkait bentuk perizinan yaitu persetujuan, standar, dan pernyataan. Selama ini hanya ada 5 bentuk perizinan yang dikenal yaitu izin, dispensasi, lisensi, konsesi, dan rekomendasi yang semuanya menimbulkan akibat hukum. Tapi bentuk perizinan baru yang diatur RUU Cipta Kerja memunculkan persoalan bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dan pengawasannya.

Soal izin lingkungan yang dicabut melalui RUU Cipta Kerja, Nadia menegaskan izin lingkungan mengintegrasikan sejumlah izin. Jika mau menyederhanakan prosesnya, Nadia mengusulkan sejumlah perizinan terkait seperti limbah dan lain-lain perlu dimasukan dalam izin lingkungan, bukan malah menghapus izin lingkungan.

“Proses izin lingkungan relatif membutuhkan waktu yang lama karena minim data. Konsultan harus turun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data. Data sangat dibutuhkan untuk menyusun dokumen lingkungan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait