Turunkan Perlindungan Buruh, LBH Jakarta Desak Permenaker JHT Dicabut
Terbaru

Turunkan Perlindungan Buruh, LBH Jakarta Desak Permenaker JHT Dicabut

Dana program Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek) adalah milik buruh.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Layanan klaim BPJS Ketenagakerjaan untuk program JHT. Foto Ilustrasi: RES
Layanan klaim BPJS Ketenagakerjaan untuk program JHT. Foto Ilustrasi: RES

Pemerintah berjanji akan merevisi Permenaker No.2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT. Kalangan buruh meminta proses revisi itu jangan “akal-akalan”, misalnya membatasi pencairan JHT sehingga tidak bisa diklaim 100 persen.

Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana, mendesak pemerintah untuk mencabut Permenaker No.2 Tahun 2022. “LBH Jakarta menilai hadirnya Permenaker No.2 Tahun 2022 telah menurunkan standar perlindungan terhadap buruh,” kata Arif ketika di konfirmasi, Jumat (25/2/2020).

Arif menyebut sedikitnya 6 alasan Permenaker No.2 Tahun 2022 itu layak ditolak. Pertama, pemerintah tidak dapat membatasi buruh untuk mengambil JHT. Dana JHT yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan adalah milik buruh yang dibayar melalui pemberi kerja. Hal tersebut sesuai Pasal 1 angka 3 UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS.

(Baca Juga: DPD Ingatkan Partisipasi Publik dalam Penyusunan Revisi JHT)

Kedua, Permenaker No.2 Tahun 2022 mengatur manfaat JHT sebelum usia pensiun 56 tahun tidak dapat diberikan kepada buruh yang mengundurkan diri atau di-PHK. Arif menyebut ini menjadi catatan penting perburuhan di Indonesia. Keputusan mengundurkan diri sejatinya adalah hak buruh. Tapi banyak kasus dimana perusahaan mendesak dan mengintimidasi buruh untuk mengundurkan diri.

“Tujuan perusahaan menyuruh buruhnya mengundurkan diri yakni menghindari kewajiban membayar kompensasi pesangon,” ujar Arif. Ketentuan Permenaker No.2 Tahun 2022 menutup ruang buruh yang mengundurkan diri untuk mendapat manfaat JHT.

Ketiga, pemerintah beralasan perubahan aturan JHT terkait penyelenggaraan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Menurut Arif, JKP ini adalah program yang baru diluncurkan. PP No.37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program JKP mengatur dana JKP diperoleh dari 0,46 persen upah pekerja, 0,22 persen dibiayai pemerintah, dan 0,24 dari rekomposisi dana Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm).

Upah yang digunakan untuk perhitungan iuran JKP adalah upah terakhir yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Kesehatan. Dengan batas atas upah Rp5 juta. “Bila upah buruh di atas Rp5 juta, maka upah yang dihitung untuk iuran tetap Rp 5 juta,” imbuh Arif.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait