UU Otonomi Daerah Potensial Picu Konflik
Berita

UU Otonomi Daerah Potensial Picu Konflik

Jakarta, hukumonline. UU Otonomi Daerah potensial mempersulit pengendalian makroekonomi serta menciptakan kesenjangan dan perselisihan antar daerah. Aspek kompetensi daerah yang berkaitan dengan SDM, dan sumber daya teknologi juga tidak mendapat perhatian serius UU Otonomi Daerah.

Oleh:
Amr/APr
Bacaan 2 Menit
UU Otonomi Daerah Potensial Picu Konflik
Hukumonline

Potensi konflik antardaerah atau juga antara pusat dan daerah diakui oleh mantan Menteri Keuangan Bambang Soedibyo. Bambang menyatakan bahwa konflik vertikal dan horizontal itu lahir karena kurang berhasilnya persiapan dan pelaksanaan otonomi daerah.

Bambang juga mengkhawatirkan adanya pendekatan yang salah oleh setiap kabupaten/kota menyangkut wewenang yang diberikan UU otonomi daerah. "Pendekatan negatif ini memberikan otonomi kepada kabupaten/kota secara berlebihan, jauh melebihi tingkat kedewasaan dan keberdayaan yang dimilikinya," kata Bambang dalam seminar tentang  "Otonomi Daerah dan Peluang Usaha di Jakarta pada 1 Maret 2001.

Menurut Bambang, kesalahannya pada PP No.25 tahun 2000 bukan pada UU No.25 tahun 1999. PP No.25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom adalah salah satu peraturan pelaksana UU No.25 tahun 1999.

Pendekatan negatif terhadap wewenang kabupaten/kota menurut Bambang akan mempersulit koordinasi oleh propinsi dan kontrol oleh pemerintah pusat. Bisa juga terjadi sebaliknya, yaitu bahwa daerah tidak mampu mendefinisikan wewenangnya sendiri karena memang tidak terbiasa untuk itu.

Sepuluh propinsi terancam bangkrut

Studi terakhir yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan bahwa sebanyak 10 propinsi terancam bangkrut. Dalam hasil penelitian tersebut juga diketahui, sekitar 82% APBD kesepuluh propinsi tersebut berasal dari pusat. Bappenas mengestimasikan propinsi-propinsi yang akan makmur hanya DI Aceh, Kalimantan Timur, Riau dan Irian Jaya.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Fadel Muhammad. Fadel juga mengatakan bahwa otonomi di daerah tidak serta merta memberikan kenikmatan bagi masyarakat di daerah. Sebaliknya, otonomi yang diberlakukan serentak mulai 1 Januari 2001 mau tidak mau memaksa daerah mencari cara bagaimana mendapatkan dana untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya.

Fadel menyatakan bahwa berdasarkan UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sumber pendapatan daerah untuk penyelenggaraan otonomi yang utama adalah pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan. PAD ditetapkan oleh UU pembentukan daerah yang bersangkutan, sedangkan dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBN.

Tags: