Tukang Becak Akan Mengajukan Judicial Review
Berita

Tukang Becak Akan Mengajukan Judicial Review

Jakarta, Hukumonline. Para tukang becak akan mengajukan judicial review jika mereka kalah banding dari tergugat, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Sidang ke-16 tukang becak melawan Gubernur memasuki tahap pembacaan kesimpulan kesimpulan.

Ari/Apr
Bacaan 2 Menit
Tukang Becak Akan Mengajukan Judicial Review
Hukumonline
Sekitar 200 tukang becak menghadiri persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mendengarkan kesimpulan dari kuasa penggugat dan tergugat. Sidang yang digelar pada Senin, 17 Juni 2000, semula akan dimulai pada pukul 10.00, tapi akhirnya molor hampir dua jam.

Para tukang becak itu didampingi kuasa hukumnya Sri Wiyanti Ediyono dari LBH APIK dan Paulus R. Mahulele dari YLBHI, sedangkan tergugat diwakili oleh Iskandar Thayib, staf biro hukum Pemda DKI Jakarta. Kuasa hukum penggugat membacakan kesimpulan, sedangkan kuasa tergugat hanya menyerahkan kesimpulannya kepada majelis hakim yang diketuai oleh Manis Soejono, SH.

Saat membacakan kesimpulannya, Sri Wiyanti menjelaskan, replik dan bukti-bukti serta dalil-dalil yang diajukan tergugat tidak benar, kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya oleh penggugat. Untuk membuktikan kebenaran dari dalil-dalil gugatan pada acara pembuktian, penggugat telah menggunakan alat bukti tertulis yang menunjukkan bahwa benar-benar telah terjadi perbuatan melawan hukum.

Pada sidang sebelumnya, kuasa hukum penggugat telah mengajukan bukti tertulis berupa tiga makalah. Pertama, Working Group Session dengan topik </>Transportation Planning and Management. Kedua, pidato Menteri Permukiman dan Pengembang Wilayah Erna Witoelar dengan judul sisi-sisi LSM dalam Transportasi Berkelanjutan dan Udara Bersih. Ketiga, rekomendasi International Conference: Sustainable Transport and Clean Air.

Menurut Sri Wiyanti, tergugat terbukti tidak konsisten menjalankan kewajibannya sebagai pemda yang seharusnya mendorong hak ekonomi masyarakat Jakarta. Tergugat pun tidak memahami fungsi sebagai pejabat dengan menyampaikan kebijakan secara lisan

Sri Wiyanti juga menyatakan bahwa dalil penggugat mengenai perbuatan melawan hukum yang menyatakan bahwa becak dianggap sebagai alat transportasi yang tidak tepat bagi Jakarta adalah tidak tepat dan mengada-ada, telah terbukti benar.

Dalam persidangan hari ini, kuasa hukum tergugat tidak membacakan kesimpulannya dan hanya menyerahkannya kepada majelis hakim. Kepada Hukumonline, kuasa hukum tergugat tidak bersedia memberi keterangan mengapa tidak membacakan kesimpulan. Iskandar Thayib hanya mengatakan inti kesimpulan bahwa tergugat menolak gugatan pengugat. Namun ia kembali tidak bersedia menjelaskannya. Kami merasa benar, cetusnya Ia menyebutkan Perda No11/1988 tidak salah.

Sejak 17 Februari 2000, para tukang becak menggugat Gubernur Sutiyoso. Mereka mempermasalahkan Perda No.11 tahun 1988 tentang ketertiban umum. Dalam Pasal 18 Perda ini memang disebutkan melarang keberadaan becak di Jakarta. Sejak keluar Perda ini, becak yang beroperasi digaruk oleh petugas keamanan dan ketertiban. Tukang becak itu kadang diberlakukan dengan kasar, sedangkan becaknya dibuang ke laut atau dijual kembali oleh oknum petugas.

Pada 25 Juni 1998 Gubernur Sutiyoso lewat media massa mengeluarkan kebijakan baru yang mengizinkan becak beroperasi selama resesi ekonomi. Namun setelah diprotes oleh DPR, pada 30 Juni Sutiyoso kembali mencabut kebijakannnya. Dan becak yang beroperasi pun kembali digaruk.

Sebagian tukang becak yang telanjur beroperasi, tidak mau mengikuti imbauan Gubernur. Mereka melawan petugas yang mau menghentikan atau merampas becaknya. Bahkan pada 1 Maret 2000, penertiban becak berbuntut rusuh dengan dibakarnya beberapa mobil di Jakarta.

Judicial Review

Usai sidang, kepada Hukumonline, Sri Wiyanti menyatakan sebagai kuasa hukum telah melakukan yang terbaik. Kami menolak semuua dalil yang diajukan oleh tergugat., ujarnya. Jika kalah, hal itu akan disampaikan ke tukang becak. Apabila tukang becak menginginkan banding, kuasa hukum juga akan banding jika dikalahkan..

Sri Wiyanti berpendapat penggunaan judicial reciew merupakan salah satu cara. Namun yang paling penting adalah apa yang dibutuhkan tukang becak itu sendiri. Kalau tukang becak menginginkan ke sana, kami akan melangkah ke sana.

Suyatno, tukang becak dari Muara Baru, mengungkapkan akan mengajukan banding kalau dikalahkan dan kalau perlu mengajukan judicial review. Sebelumnya, Edi Saidi, Koordinator Tukang Becak, juga menyatakan jika dinyatakan kalah, mereka akan mengajukan uji material Perda No.11/1988 kepada Mahkamah Agung (MA).

MA memang mempunyai wewenang menguji peraturan perundangan di bawah undang-undang. Lewat uji material dapat diketahui apakah Perda tersebut secara sosiologis, psikhologis, dan kepatutan hukum dibenarkan.

MA mempunyai tiga dasar dalam melaksanakan uji material. Pertama, Tap MPR No 3/1978. Kedua, UU No 14/1970 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman. Ketiga, UU No 14/1985 tentang MA. Namun, ketiganya tidak menjelaskan prosedur pengajuan hak uji material. Prosedur pengajuan uji material melalui judicial review diatur lebih jelas melalui Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1/1993. Judicial review terhadap Perda 11/1988 diharapkan tidak lama agar masalahnya segera tuntas.

Kuasa hukum penggugat memahami jika hakim terkadang responsif, tapi kadang juga tidak responsif selama persidangan karena harus mengikuti tata tertib yang berlaku. Namun, ia mengharapkan agar dalam manjalankan persidangan agar tidak terlalu kaku dan mengikat.

Lebih dari itu, Sri Wiyanti juga sangat berharap agar Gubernur Sutiyoso hadir dalam persidangan. Hal ini akan memberikan dampak psikhologis yang baik kepada para tukang becak, ujarnya. Sidang putusan kasus tukang becak akan digelar pada 31 Juli 2000.
Tags: