Sidang Praperadilan Kasus BEJ
Setelah Diminta Pelajari Kembali KUHAP, Polda Metro Jaya Menang
Berita

Sidang Praperadilan Kasus BEJ
Setelah Diminta Pelajari Kembali KUHAP, Polda Metro Jaya Menang

Jakarta, hukumonline. Setelah sebelumnya diminta untuk kembali mempelajari Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh tim kuasa pemohon, hakim yang memimpin sidang praperadilan kasus pemboman Gedung Bursa Efek Jakarta (Gd. BEJ) justru memenangkan Polda Metro Jaya selaku termohon. Resep yang jitu?

M. Adam Ali Bhut
Bacaan 2 Menit
<font size='1' color='#FF0000'><b>Sidang Praperadilan Kasus BEJ</b></font><BR>Setelah Diminta Pelajari Kembali KUHAP, Polda Metro Jaya Menang
Hukumonline

Permohonan praperadilan para tersangka peledakan bom di Gd. BEJ yang menyatakan penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh polisi Polda Metro Jaya tidak sah dan menuntut ganti rugi atas penyitaan dan penggeledahan terhadap mereka, ditolak oleh hakim praperadilan, Soedarto, SH di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Kamis (2/11).

Dalam putusannya, Soedarto berpendapat bahwa penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh polisi adalah sah. Selain itu, tuntutan ganti kerugian atas penyitaan dan penggeledahan bukanlah kewenangan sidang praperadilan. Soedarto pun membebankan kepada pemohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.

Pada sidang praperadilan sebelumnya pihak pemohon menyatakan, tuntutan ganti kerugian termasuk pula untuk penyitaan dan penggeledahan. Hal ini didasarkan pada Penjelasan Pasal 95 ayat (1) jo Pasal 77 KUHAP. Sementara Polda Metro Jaya menyatakan sebaliknya. Silang pendapat inilah yang kemudian menyebabkan kuasa hukum pemohon meminta Polda Metro Jaya untuk mempelajari kembali KUHAP.

Saksi ahli Yahya Harahap dalam keterangan sebelumnya menyatakan, penyitaan dan penggeledahan termasuk ke dalam yurisdiksi praperadilan. Akan tetapi, sepertinya hakim tidak menggubris keterangan Yahya Harahap ini dengan menyatakan penuntutan dan penggeledahan bukan kewenangan sidang praperadilan.

"Sidang praperadilan baru mempunyai kewenangan apabila tuntutan ganti rugi tersebut telah diputuskan dalam perkara pidananya, " jelas Soedarto menanggapi.

Kesampingkan kesaksian

Dalam pertimbangannya Soedarto menyatakan, penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh polisi terhadap 22 tersangka pelaku peladakan bom di Gd. BEJ telah sesuai dengan KUHAP. Hakim berpendapat telah ada permulaan bukti yang cukup dan telah ditunjukkannya surat perintah penangkapan kepada tersangka dengan tembusan kepada keluarga. "Pembuktian tersebut tidak dapat dibuktikan sebaliknya oleh para pemohon," ujar Soedarto.

Dalam pertimbangannya itu, Soedarto mendasarkan putusannya pada ketentuan Pasal 168 huruf c KUHAP dengan mengesampingkan kesaksian istri dari tersangka Ismail dan Saleh Daud. Dalam kesaksiannya, mereka menyatakan polisi sama sekali tidak menunjukkan surat perintah penangkapan dan penahanan kepada para tersangka. "Karena berdasarkan pasal tersebut, saksi yang tidak disumpah tidak dapat dijadikan alat bukti," katanya.

Soedarto juga mengatakan, bukti granat yang ditemukan di saku jaket Iwan Setiawan alias Husein beserta Berita Acara Pemeriksaan (BAP)-nya adalah dua minimal bukti permulaan yang cukup atas sangkaan terhadap para pemohon. "Dan ini telah sesuai dengan syarat minimal dalam Pasal 183 KUHAP," ujar Soedarto.

Tidak seperti pendapat Yahya Harahap mengenai yurisdiksi praperadilan, Soedarto sependapat dengan keterangan Yahya Harahap yang menyatakan penyidik dapat menilai secara pragmatis praktis berdasarkan bukti permulaan yang cukup tersebut untuk melakukan penangkapan dan penahanan kepada tersangka yang dalam hal ini pemohon praperadilan.

Mengenai pemberitahuan surat tembusan penangkapan dan penahanan kepada keluarga para tersangka, Soedarto berpendapat ketentuan Pasal 18 ayat 3 KUHAP tidak menjelaskan berapa lama tembusan itu harus sudah diberikan kepada keluarga. Ketentuan pasal itu pun, menurut Soedarto, tidak mengatur pula cara pemberian surat tembusan itu.

Oleh karena itu Soedarto berpendapat, pengiriman surat pemberitahuan penangkapan kepada para tersangka pelaku peledakan bom pada 25 September 2000 melalui pos tidak bertentangan dengan Pasal 18 ayat 3 KUHAP.

Kelemahan KUHAP

Menanggapi putusan hakim praperadilan tersebut, salah satu anggota tim kuasa pemohon Hendardi yang hadir di persidangan mengatakan, putusan hakim praperadilan masih menggunakan standar Orde Baru. "Ini tidak terlepas karena kelemahan KUHAP, dan ini dimanfaatkan oleh hakim dalam membuat keputusan," tegas Hendardi kesal.

Kelemahan tersebut dapat dilihat misalnya dengan adanya fleksibilitas beberapa hari seseorang yang ditangkap dan ditahan diberi pemberitahuan (penangkapan dan pencegahan). Soalnya, ini menyangkut nasib orang.

Menyangkut pustusannya sendiri, Hendardi menerima dan menghormati putusan hakim. "Untuk itu kami tidak akan mengajukan upaya hakim," cetusnya. Namun sebagai upaya kontrol, pihaknya telah menemui Jaksa Agung pada 30 Oktober untuk menyampaikan koreksi cacatnya pemeriksaan oleh penyidik dalam membuat berita acara pemeriksanan terhadap tersangka pelaku peledakan bom.

Hendardi berharap cacat pemeriksaan tersebut tidak menjadi cacat permanen pada saat jaksa membuat surat dakwaan. "Kalaupun jaksa membuat surat dakwaan, pihaknya akan melakukan eksepsi berkaitan dengan kurang diberitahukannya kepada tersangka adanya bantuan hukum," ujarnya.

Tags: