Investigasi Lika-liku Birokrasi Pungli SKBP
Fokus

Investigasi Lika-liku Birokrasi Pungli SKBP

Korupsi dan kolusi di lembaga peradilan Indonesia merupakan penyakit kronis dan akut yang menghinggapi peradilan kita sejak era tahun 1970-an. Korupsi dan kolusi di lembaga peradilan Indonesia dapat dikatakan mulai nyata kelihatan sejak eksekutif bisa mengintervensi pengadilan untuk kepentingan-kepentingan politiknya. Dan itu sudah dimulai sejak rezim Orde Lama di bawah Presiden Soekarno.

Tim hukumonline
Bacaan 2 Menit
Investigasi Lika-liku Birokrasi Pungli  SKBP
Hukumonline

Pergantian tampuk pimpinan pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru di bawah Presiden Soeharto tidak juga membawa perubahan. Korupsi di lembaga peradilan tetap berlangsung, bahkan makin parah. Pencanangan pembangunan ekonomi sebagai panglima justru menjadi lahan semakin suburnya korupsi dan kolusi.

Satu contoh kecil mengenai korupsi dan kolusi di lembaga peradilan adalah Surat Keterangan Bebas Perkara (SKBP) bagi perusahaan. SKBP ini biasanya diperlukan dalam legal audit untuk keperluan  penawaran umum (IPO), restrukturisasi,  kredit ke bank, emisi obligasi, merger, akuisisi, dan lain-lain.

Memang untuk semua kegiatan itu disyaratkan menyerahkan  SKBP dari beberapa lembaga, antara lain: Pengadilan Negeri yang bersangkutan, Pengadilan Niaga, PTUN (bagi perusahaan yang menjalankan proyek pemerintah), Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah (P4D).

Ketentuan mengenai SKBP ini paling tidak itu dapat ditemui di standar pemeriksaan hukum dan standar pendapat hukum yang dikeluarkan oleh Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal.

Pada pasal 11 huruf a di bab obyek pemeriksaan standar pemeriksaan hukum dan standar pendapat hukum keterangan dari pengadilan negeri dan badan peradilan lainnya yang mempunyai yuridiksi atas tempat kedudukan Emiten tentang  keterlibatan emiten, Direksi dan Komisaris dalam perkara perdata, pidana, tata usaha negara, perburuhan, arbitrase, atau perkara lainnya.

Tujuh SKBP

Ketidakjelasan peraturan dan lembaga mana yang mengaturnya, mengakibatkan  terjadinya simpang-siur informasi untuk pengurusan SKBP tersebut. Satu SKBP biasanya digunakan baik untuk perdata maupun pidana.

Menurut salah satu lawyer di kawasan segi tiga emas, Jakarta Pusat, yang dihubungi hukumonline, satu surat juga bisa digunakan untuk perusahaan beserta seluruh  direksi dan komisarisnya. Jadi tidak perlu satu surat untuk satu orang/satu nama. Ia juga mengatakan bahwa surat tersebut hanya diperlukan dari pengadilan di mana PT tersebut berdomisili. Biasanya, satu surat digunakan untuk satu keperluan saja.

Halaman Selanjutnya:
Tags: