Cawapres Janji Pertahankan Kebebasan Pers
Utama

Cawapres Janji Pertahankan Kebebasan Pers

Meski belum memasuki masa kampanye, dua calon wakil presiden yang melaju ke putaran kedua Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden telah menyatakan janjinya untuk mempertahankan kebebasan pers.

Nay
Bacaan 2 Menit
Cawapres Janji Pertahankan Kebebasan Pers
Hukumonline

"Itu (penggunaan UU Pers-red) bukan khayal atau impian, itu sudah terjadi di Pengadilan Negeri Bandung, hakimnya A. Fadol Tamam. Saya kenal dia karena dia adik saya sendiri," kata Hasyim.  "Jadi, bukan saja Hasyim Muzadi setuju kebebasan pers, tapi keluarga Hasyim Muzadi mendukung kebebasan pers," tambah Hasyim berpromosi.

Ia juga meyakinkan bahwa pasangannya, Megawati Soekarnoputri, mempunyai komitmen yang sama. "Bahkan bu Mega yang sering dibredel media. Presiden kalah dengan presenter. Presenternya kalah dengan pemasang iklan," tukas Hasyim. Ia menunjuk acara debat KPU dimana jawaban Megawati sering dipotong oleh pembawa acara karena melebihi waktu yang diberikan.     

Ketika ditanya oleh salah seorang panelis, Leo Batubara, Ketua SPSI dan anggota anggota Dewan Pers mengenai pasal-pasal dalam KUHP maupun RUU KUHP yang mengancam kebebasan pers, Hasyim menyatakan bahwa perjuangan untuk kebebsan pers harus bertahap, tidak bisa sekali jadi. Perubahan KUHP, menurutnya,  merupakan kewenangan lembaga legislatif yaitu DPR.

Hasyim berpendapat, presiden tidak bisa memerintahkan polisi dan jaksa untuk menggunakan UU Pers dan tidak menggunakan KUHP. Presiden, sekalipun merupakan atasan polisi dan jaksa adalah atasan dalam hal administratif, bukan atasan dalam legal formal.

"Seorang presiden bisa ditangkap oleh polisi dan jaksa. Yang bisa diatur oleh presiden hanya soal administratif bukan hal legal formal karena hal itu diberikan oleh undang-undang dan Undang-undang Dasar," cetus Hasyim.

Jusuf Kalla, cawapres yang mendapat giliran terpisah, dalam sesi kedua, juga menyatakan dukungannya terhadap kebebsan pers. Menurutnya, kebebasan pers yang sudah dilaksanakan saat ini, tidak bisa ditarik lagi. "Kebebasan pers sudah merupakan way of life, bukan sekedar Undang-undang,"ujar Kalla.

Ia menyatakan, jika ia dan SBY terpilih, jangankan melakukan sensor dan bredel, memikirkannya saja mereka tidak akan pernah.  

Soal pasal-pasal KUHP yang menjerat wartawan ke penjara, Kalla mengatakan bahwa  pasal dalam KUHP bersifat umum dan tidak didesain untuk pers. Undang-undang, termasuk KUHP, diperlukan untuk mengatur bangsa. Selama Undang-undang itu  masih berlaku maka mengikat semua orang termasuk pers.

Menurut Kalla, jika wartawan bersalah maka wartawan itu harus dihukum tergantung kadar kesalahannya. Ia menandaskan, tidak bisa karena beralasan menjalankan tugas yang diberikan oleh undang-undang maka wartawan dinyatakan tidak bersalah.  

Kalla berpendapat, UU Pers sulit untuk dijadikan sebagai lex specialis. Pasalnya, UU No. 40 Tahun 1999 itu sangat simpel dan belum lengkap. Karena itu, UU tersebut harus dievaluasi dan dilengkapi terlebih dahulu.

"Undang-undang No 40 tahun 1999 tidak memuat kewajiban yang lebih detail, sehingga akibatnya hakim dan jaksa menggunakan KUHP. Untuk bisa digunakan sebagai lex specialis, UU pers harus dievaluasi dan dilengkapi," ujar Kalla. Mengenai usulan agar jika terpilih SBY dan Kalla mengarahkan polisi dan jaksa untuk menggunakan UU Pers, Kalla menyatakan hal tersebut akan dipertimbangkan.

Dalam acara peringatan satu dasawarsa Aliansi Jurnalis Independen (AJI), pada Kamis (5/8), Cawapres Hasyim Muzadi dan Cawapres Jusuf Kalla menyatakan akan mempertahankan kebebasan pers jika terpilih nanti.

"Pasangan kami akan tetap mempertahankan kebebasan pers dan tidak ada niat sedikitpun untuk melakukan pembredelan terhadap pers," ujar Hasyim yang mendapat kesempatan pertama menjawab pertanyaan beberapa panelis dan peserta diskusi "Kebebasan Pers Untuk Masyarakat".

Menurut Hasyim, kebebasan yang ada saat ini sangat baik dan cukup untuk pers dan masyarakat. Hasyim berharap, untuk penyelesaian konflik antara masyarakat dengan pers di pengadilan, digunakan Undang-undang Pers sebagai lex specialis.

Tags: